TEMPO Interaktif, Tokyo -Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta pada Selasa lalu menuntut agar pemerintah Indonesia meminta maaf atas kerusuhan yang melanda negaranya setelah jajak pendapat 1999.
"Satu hal yang masih hilang adalah sebuah permohonan maaf ... oleh orang-orang yang mengarahkan semua penderitaan ini," kata Horta kepada para wartawan saat melawat ke Jepang, seperti dikutip kantor berita AFP. Meski begitu, ia tidak mendukung upaya membentuk pengadilan internasional.
Laporan Komisi ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan, tentara Indonesia bertanggung jawab atas pembunuhan, pembakaran, dan kejahatan kemanusiaan lainnya yang terjadi bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Rekomendasi lainnya adalah upaya mencari orang-orang hilang.
Namun Indonesia dan Timor Leste sepakat menyelesaikan persoalan ini secara bilateral. Kedua pemerintah lantas membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan. Salah satu rekomendasi komisi ialah membantu pemulihan para korban dan mencari orang-orang yang hilang pascakerusuhan.
Sejatinya, Presiden Abdurrahman Wahid pernah mengajukan permintaan maaf ketika berkunjung ke Timor Leste satu dekade lalu. Namun, dua penggantinya, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono, tidak pernah menyebut soal itu. Mereka hanya menyatakan penyesalan.
Horta menegaskan, negaranya tidak ingin luka lama selalu diungkit sehingga menimbulkan ketegangan baru dengan Indonesia. "Normalisasi hubungan dengan Indonesia penting bagi perdamaian dan stabilitas kami sendiri, serta integrasi di kawasan," ujar peraih Nobel Perdamaian ini.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menilai kemungkinan besar berita tuntutan maaf itu salah kutip. "Kecenderungannya salah kutip," katanya kepada Tempo. Apalagi, ia menambahkan, permintaan maaf sebenarnya telah disampaikan saat pembentukan KKP dan penyerahan dokumen hasil kerja komisi itu.
ASIAONE | Faisal Assegaf