TEMPO Interaktif, Bangkok - Pengunjuk rasa anti-pemerintah mulai mendonorkan darah mereka Selasa (16/3) sebagai bagian dari rencana untuk memerciki markas pemerintah Thailand secara simbolis untuk menekankan tuntutan mereka agar pemilihan umum baru segera digelar.
Pengunjuk rasa berkaos merah ini terlihat berbaris untuk diambil darahnya oleh perawat, sehari setelah mereka bersumpah kepada para pemimpin untuk mengumpulkan sekitar 1.000 botol minuman standar untuk ditumpahkan di Gedung Pemerintah pada Selasa malam.
Sebanyak 100.000 pengunjuk rasa "kaos merah" berkumpul Minggu di ibukota Thailand untuk menuntut agar Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva membubarkan parlemen pada tengah hari Senin. Abhisit menolak hal itu.
Frustrasi, pemimpin protes mengumumkan "pengorbanan darah," sebuah hal yang dinilai oleh Palang Merah sebagai hal yang sia-sia dan tidak higienis.
Weng Tojirakarn, seorang pemimpin protes dan dokter, mengatakan rencana akan menguji hati nurani Abhisit. "Sekarang orang telah setuju untuk mengorbankan darah mereka seperti ini, bagaimana bisa ia tidak membuat pengorbanan dengan membubarkan parlemen?" kata Weng.
Kaos merah pendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dan aktivis lainnya menentang kudeta militer tahun 2006 yang menggulingkan Thaksin atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Mereka percaya Abhisit berkuasa dengan cara tidak sah dengan melibatkan militer dan bagian-bagian lain dari kelas penguasa tradisional yang khawatir dengan popularitas Thaksin.
Sebelumnya Senin, ribuan demonstran berangkat dari perkemahan mereka di pusat kota Bangkok untuk mengepung sebuah pangkalan militer di pinggir ibukota di mana Abhisit berada. Dia juga diyakini telah meninggalkan pangkalan beberapa kali dengan helikopter.
Para pengunjuk rasa meminta prajurit membuka gerbang dari Resimen Infanteri ke-11, namun kemudian mengundurkan diri bahkan tanpa bertemu perdana menteri. Prajurit memainkan lagu-lagu yang digubah oleh raja Thailand dalam upaya untuk menjaga hal-hal tetap terkendali.
Abhisit mengatakan kepada penonton televisi nasional bahwa tujuan pemerintah bukan untuk "tetap berurat berakar" tapi itu tidak akan turun sebagai respons terhadap para pengunjuk rasa.
"Pemerintah harus mendengarkan para demonstran. Meskipun permintaan tidak dapat dipenuhi, kita bersedia untuk mendengar apa yang mereka katakan," katanya.
Charnvit Kasetsiri, seorang sejarawan terkemuka Thailand, mengatakan bahwa pemerintah belum keluar dari masalah ini. "Fakta bahwa perdana menteri harus menginap di pangkalan militer dan tidak ada yang menyadari keberadaannya sekarang menunjukkan bahwa situasinya tidak terlihat baik," katanya.
Dua tentara terluka Senin oleh empat granat yang meledak di dalam kompleks dari Resimen Infanteri 1, seperti diungkapkan jurubicara militer Kolonel Sansern Kaewkamnerd. Dia tidak menyalahkan demonstran, tetapi mengatakan ada yang merencanakan serangan tersebut.
Setelah menarik diri dari basis Infanteri ke-11, pimpinan aksi mengumumkan meminta setiap demonstran untuk menyumbangkan antara dua dan 20 sendok teh atau sekitar 10-100 kubik sentimeter darah. Tujuan awal mereka akan mengumpulkan 1.000 liter (264 galon).
Lebih banyak darah akan tertumpah di markas besar Partai Demokrat yang berkuasa dan rumah perdana menteri jika protes tuntutan tidak dipenuhi.
Dr Ubonwon Charoonruangrit, seorang pejabat senior dari Masyarakat Palang Merah Thailand, khawatir tentang risiko orang-orang yang tidak biasa diambil darahnya, dan melihat darah serta pengaruhnya pada orang-orang berunjuk rasa di tengah panas dengan sedikit tidur.
Dia menambahkan bahwa 1 juta cc darah "dapat menyelamatkan banyak nyawa."
100.000 pengunjuk rasa berkaos merah ini berkemah di sepanjang jalan di bagian kota lama Bangkok. Sekitar 50.000 tentara, polisi, dan petugas keamanan lainnya telah dimobilisasi di ibukota.
Unjuk rasa hari kedua, Thaksin berbicara kepada para demonstran lewat video, dam mendesak mereka untuk melanjutkan perjuangan mereka tanpa kekerasan. Dia menyebut perjuangan itu adalah perjuangan melawan elite Thailand.
Thaksin adalah seorang miliarder, pengusaha yang melarikan diri dari Thailand pada tahun 2008. Thailand terus-menerus dalam kekacauan politik sejak awal 2006, ketika demonstrasi anti-Thaksin dimulai. Pada tahun 2008, ketika sekutu politik Thaksin kembali berkuasa selama satu tahun, lawan-lawannya menduduki kantor perdana menteri selama tiga bulan dan menguasai dua bandara Bangkok selama seminggu.
AP | HAYATI MAULANA NUR