TEMPO Interaktif, New York - Pemerintah New York berencana melarang penggunaan garam di restoran-restoran kota itu. Aturan ini diberlakukan terhadap para koki dan pemilik restoran.
Tentu saja para koki bereaksi keras dan menentang usulan yang bisa menimbulkan denda bagi yang melanggar. Seperti dilaporkan Sky News, denda yang ditetapkan bagi setiap pelanggaran adalah $ 1.000 US atau hampir Rp 10 juta.
Felix Ortiz, anggota parlemen New York yang mengajukan usulan ini mengatakan pengunjung dimungkinkan untuk memilih apakah akan melakukannya sendiri dengan memilih makanan bergaram atau tidak.
Tapi Jeff Nathan, juru masak dan pemilik restoran Abigael di Broadway, berkata: "Sama seperti dokter, meski orang sering mengunjungi sebuah rumah sakit, tapi ia benar-benar tidak dapat mengendalikan bagaimana orang memilih untuk menjaga kesehatan mereka. Demikian juga dengan koki pada yang sesekali berkunjung ke sebuah restoran."
Nathan adalah anggota kelompok Facebook My Food My Choice, sebuah koalisi para koki, pemilik restoran, dan konsumen, yang mengecam rancangan undang-undang sebagai suatu hal yang “absurd” dan tak masuk akal.
Ortiz menegaskan larangan garam di restoran akan memungkinkan pelanggan untuk memutuskan apakah mereka ingin makannya asin atau tidak. "Dengan cara ini, konsumen memiliki lebih banyak kontrol atas jumlah asupan natrium mereka, dan diberi pilihan untuk menjalankan diet sehat dan gaya hidup sehat," katanya.
Tapi Orit Sklar, dari My Food My Choice berpendapat: "Chef diborgol dalam mempersiapkan makanan, dan banyak yang sudah memprotes secara terbuka undang-undang ini.”
"Ortiz dan sesama anti-garam fanatik, Walikota New York City Michael Bloomberg berusaha untuk merongrong makanan dan bisnis restoran di seluruh negara."
American Heart Association ingin warga Amerika mengurangi asupan sodium mereka dan menyerukan pengurangan 50 persen garam digunakan oleh produsen dalam makanan dan restoran dalam waktu 10 tahun.
ANANOVA | HAYATI MAULANA NUR