TEMPO Interaktif, Canberra - Australia menujukkan keresahannya. Negeri Kangguru ini mulai meningkatkan tekanan terhadap Israel atas paspor palsu terkait dengan pembunuhan komandan Hamas di Dubai.
Perdana Menteri Kevin Rudd mengatakan pemerintah tengah-kiri memiliki "benar-benar garis keras" untuk mempertahankan integritas dari sistem paspor negerinya dan menganggap serius tuduhan bahwa pembunuh Mossad diduga telah mencuri identitas warga Australia.
"Itu sebabnya menteri luar negeri telah memanggil duta besar Israel dan meminta penjelasan," ujar Rudd kepada wartawan. "Sejauh ini kita tidak puas dengan penjelasan itu."
Canberra telah memanggil duta besar Yuval Rotem, Kamis (25/2), dan memperingatkan bahwa ikatan persahabatan akan berisiko jika Israel ternyata terbukti telah mensponsori atau merestui dengan tiga paspor warga Australia, yang terkait dengan pembunuhan Mahmud al-Mabhuh.
Rudd mengatakan, "Ini sangat kompleks dan masalah-masalah intelijen keamanan" sedang dipertaruhkan. "Saya ingin melangkah sangat hati-hati dengan keamanan dan intelijen yang timbul dalam hubungannya dengan masing-masing individu dan keluarga yang bersangkutan dengan masalah ini," katanya. "Karena itu aku memilih kata-kata saya sangat hati-hati agar tidak kompromi setiap orang atau agar tidak kompromi apa pun melanjutkan penyelidikan."
Nama-nama yang ditengarai agen Mossad yang berbasis Australia - Yosua Daniel Bruce, Nicole Sandra McCabe dan Adam Korman - adalah di antara 15 nama dalam kaitannya dengan pembunuhan al-Mabhuh, yang ditemukan meninggal di kamar hotel mewah di Dubai tanggal 20 Januari.
Duta Besar Israel di empat negara-negara Eropa telah dipanggil untuk melakukan pembicaraan dan Uni Eropa juga telah menyuarakan kemarahan atas penggunaan paspor palsu setelah sejak awal daftar 11 orang telah dirilis.
Polisi Dubai sangat mencurigai Mossad, dinas rahasia Israel, yang melaksanakan aksi dan telah menyerukan penangkapan kepala agen mata-mata.
SYDNEY MORNING HERALD| NUR HARYANTO