TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Taiwan berencana memberikan subsidi perawatan kesuburan untuk menaikkan tingkat kelahiran yang sekarang terendah di dunia.
Otoritas kesehatan akan memberi pasangan berpenghasilan rendah T$ 50 ribu (Rp 14,5 juta) per pengobatan - sekitar sepertiga dari biaya total - dalam sebuah rencana yang diperkirakan bernilai T$ 500 juta (Rp 145 miliar) per tahun.
Skema itu merupakan upaya terbaru oleh pihak berwenang di pulau itu untuk menaikkan tingkat kelahiran yang telah menurun terus selama bertahun-tahun dan menyusul subsidi pendidikan bagi yang kurang beruntung. Namun, penurunan itu telah meningkat cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah cemas bahwa krisis keuangan global telah menjadi pencegah tambahan untuk wanita yang sudah menunda-nunda punya anak sampai usia 30-an.
Taiwan melaporkan 2.926 bayi lahir setelah perawatan kesuburan di tahun 2007, masing-masing dengan biaya antara T$ 150 ribu (Rp 43,6 juta) dan T$ 270 ribu (Rp 78,6 juta).
Tingkat kesuburan Taiwan, atau jumlah rata-rata bayi yang lahir untuk setiap perempuan, jatuh hingga 1,0 pada 2009, menjadikannya yang terendah di dunia menurut statistik yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Jumlah kelahiran pada tahun 2001 300 ribu tapi jatuh menjadi 200 ribu pada tahun 2008 dan turun lagi menjadi 191 ribu tahun lalu.
Tingkat kelahiran, berdasarkan jumlah kelahiran per 1.000 orang, pada tahun lalu berada di angka 8,29. Angka itu setengah dari 20 per 1.000 orang pada 1981 hingga 10 di 2003. Angka itu dibandingkan rata-rata global yang lebih dari 20 kelahiran per 1.000 orang, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pemerintah sangat menyadari krisis itu. "Ini adalah masyarakat yang tragis," kata Menteri Kesehatan Yaung Chih-liang akhir tahun lalu. Ia memperingatkan ancaman kekurangan tenaga kerja di masa depan dan kesulitan bagi anak-anak untuk mendukung orangtua mereka yang mengarah ke tingkat bunuh diri yang lebih tinggi.
Bukan hanya krisis keuangan yang harus disalahkan, tetapi juga ekspektasi standar hidup tertentu dalam sebuah masyarakat yang sudah makmur.
Sebuah studi universitas menemukan bahwa dari 100 orang berusia antara 20 dan 40, sebanyak sepertiga tidak punya rencana untuk memiliki anak untuk menghindari risiko akan uang mereka dan kebebasan mereka.
TIMES ONLINE | EZ