Pihak militer mengatakan kematian tersebut merupakan pukulan bagi organisasi-organisasi perlawanan di Irak, meskipun mereka mengakui masih sangat mampu melakukan perencanaan dengan baik. Mereka juga siap melakukan serangan terkoordinasi.
Pekan lalu, rentetan serangan bom menghantam tiga buah hotel dan laboratorium kriminal polisi di Bagdad. Akibat serangan itu, lusinan orang tewas.
Pejabat AS dan Irak mengklaim bahwa mereka pernah menangkap dan berhasil membunuh pemimpin kunci al-Qaidah dalam sebuah operasi militer namun terbukti salah. Kini mereka perlu membuktikan kebenaran hasil serbuan tersebut dengan cara memeriksa sidik jari korban.
Pria tersebut identifikasi bernama Saad Uwayid Obeid Mijbil al-Shammari yang dikenal juga sebagai Abu Khalaf, kata salah pejabat militer AS. Abu Khalaf dinyatakan tewas, 22 januari, dalam sebuah serbuan pasukan gabungan AS-Irak di sebelah utara kota Mosul, sekitar 100 kilometer dari perbatasan Syria. "Dia tewas setelah terjadi adu tembak dengan petugas keamanan," lanjutnya.
Dia dipecaya, sejak 2006, mengirimkan pejuang asing ke Irak. Di tahun yang sama Angkatan Udara AS membunuh Abu Musab al-Zarqawi di Irak. Selain itu, jelas militer AS, dia juga sebagai ahli keuangan, mengumpulkan dan mendistribusikan uang serta senjata ke al-Qaidah di negara itu.
Awal pekan ini, Jenderal Raymond Odierno Komandan Tertinggi di Irak mengatakan intelijen telah mengindikasikan ada lima sampai 10 pemimpin berpengaruh merencanakan serangan ke Bagdad. Odierno juga menjelaskan jumlah pelintas batas yang menyeberang dari perbatasan Syria dengan Irak mulai turun.
Dalam sebuah wawancara Kamis, menteri dalam negeri Irak Jawad al-Bolani mengatakan kepada The Associated Press bahwa perlawanan al-Qaida terhambat oleh penurunan jumlah pejuang-pejuang asing. "Penurunan dukungan merupakan ancaman bagi al-Qaida. Namun kami pikir al-Qaida dan jaringan terkait setiap saat masih sanggup melakukan operasi."
Pemerintahan perdana menteri Nouri al-Maliki kerap mendapatkan kecaman keras karena dianggap tidak mampu melindungi kantor-kantor pemerintahan di pusat kota Bagdad dari serbuan mematikan.
AP | CHOIRUL