TEMPO Interaktif, Jakarta - Teka-teki ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jamuan makan malam atas undangan ratu Denmark terjawab sudah. “Saya alergi," ujarnya dalam mengawali konferensi pers, di lantai dua Crown Plaza, Kopenhagen.
Yudhoyono membantah rumor yang ada bahwa ketidakhadirannya dalam jamuan makan malam itu karena ada masalah di tanah air yang harus dibicarakan. “Oleh dokter dikatakan alergi,” aku Yudhoyono, yang juga menepis penyebab alergi karena makan udang. “Subuh (saya) sudah sehat kembali. Alergi biasa, tidak ada yang luar biasa.”
Konferensi pers yang dilakukan secara mendadak ini, diperkirakan akan mengutarakan jawaban atas rekomendasi Pansus Angket Century yang meminta Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk non aktif. Namun, presiden ternyata hanya membicarakan masalah terakhir dalam KTT Perubahan Iklim.
“Kali ini tidak ada sesi tanya jawab,” kata Yudhoyono di awal pidatonya, yang disiarkan langsung Metro TV. Presiden harus kembali lagi ke pertemuan KTT dalam satu jam.
Kemudian Yudhoyono memaparkan solusi yang diberikan Indonesia dalam KTT Perubahan Iklim kali ini. Dalam pemaparannya Indonesia memberikan formula lima plus satu. Dikatakan Yudhoyono, posisi Indonesia sangat jelas dengan memberikan formula lima posisi dasar.
Pertama yang tidak tidak ada kompromi adalah kenaikan dari pemanasan global tidak melebihi dua derajat celcius. "Itu harga mati," ujar Yudhoyono. Kemudian, formula kedua bahwa Indonesia berpendapat negara maju harus melakukan pengurangan tingkat emisi sampai 40 persen. Tiga, bantuan negara maju kepada negara berkembang dijamin cukup.
Yudhoyono menambahkan, bantuan itu harus ditingkatkan sampai 2012 mencapai US$ 25 miliar- US$ 35 miliar dolar per tahun dari negara maju. “Alokasi dana sampai 2020 untuk negara berkembang untuk mitigasi,” ujarnya.
Selanjutnya yang keempat, meski tidak harus menggunakan Protokol Kyoto, Indonesia telah menetapkan pengurangan emisi 26 persen. Kelima yang sangat diperdebatkan, lanjut Yudhoyono, adalah monitoring, reporting dan verifikator diperlukan.
NUR HARYANTO