TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memaparkan lima prioritas pemerintah Indonesia dalam perubahan iklim di Konferensi Perubahan Iklim COP-15 di Kopenhagen, Denmark, Kamis sore (17/12). Dalam pidato yang baru saja berlangsung pukul 17.30 WIB, Presiden Yudhoyono menyatakan poin pertama adalah membatasi peningkatan suhu dua derajat celcius.
"Dalam poin ini, tidak ada kompromi, semua harus sepakat, tetapi dengan tanggung jawab yang berbeda dan kemampuan saling menghargai," ujarnya dalam rilis yang diterima Tempo, Kamis (17/12).
Ia meminta pada poin kedua, bahwa negara maju harus bertanggung jawab pada sejarah emisinya. "Indonesia percaya bahwa komitmen penurunan emisi seharusnya berkisar pada angka 40 persen," urai Presiden. Angka tersebut merupakan prasyarat dari Panel Antar Pemerintah dalam Perubahan Iklim (IPCC). Tanggung jawab ini harus tersurat dan tidak boleh dialihkan atau ditunda.
Poin ketiga, Presiden melanjutkan, inisiatif "peluncuran dana cepat" pada konferensi ini merupakan awal yang baik bagi proyek mitigasi dan adaptasi. "Dalam pandangan saya, idealnya dana yang diluncurkan menjadi US$ 25-35 miliar per tahun hingga 2012," paparnya. Jumlah ini menurutnya hanya sebuah tetesan kecil dalam ember ketimbang US$ 6 triliun yang hilang selama krisis keuangan gobal.
Keempat, Ia menambahkan, negara berkembang harus berkomitmen untuk mengembangkan pola pembangunan rendah karbon agar tidak mengulangi sejarah buruk emisi negara-negara maju. "Mitigasi negara-negara maju saja tidak cukup," ujar Presiden Yudhoyono.
Terakhir, kata Presiden Yudhoyono, negara maju dan negara berkembang harus fleksibel terhadap Pengukuran, Laporan dan Verifikasi (MRV). Mekanisme MRV dalam rencana bali terbagi menjadi tiga kategori yakni komitmen dan aksi negara maju dalam mitigasi, aksi negara berkembang dalam mitigasi serta dukungan negara maju bagi negara berkembang untuk aksi mitigasi. "Ingat negara-negara maju yang terikat Protokol Kyoto untuk mengurangi emisinya saja, tidak tercapai," paparnya. MRV bukan ide yang mustahil, kata dia, karena jika seluruh negara menetapkan target pengurangan emisinya,"Kita perlu tahu jika kita sudah mencapai kemajuan dalam target masing-masing,"
Indonesia bersedia transparan untuk memaparkan kemajuan dan rencana MRV berdasar kesepakatan mekanisme multilateral. "MRV dibutuhkan untuk memastikan ada dukungan negara maju bagi negara berkembang tersalurkan denagn baik demi perubahan iklim," jelas Presiden Yudhoyono. Ini penting agar tidak timbul perdagangan yang diskriminatif.
Usulan Indonesia, Presiden Yudhoyono menguraikan, adanya upaya internasional untuk menetapkan perhitungan yang kredibel dalam menentukan emisi masing-masing negara.
DIANING SARI