TEMPO Interaktif, Jakarta -
Manila – Setelah berlangsung selama sepekan, Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo akhirnya mencabut status darurat militer di propinsi Maguindanao, Filipina selatan, Sabtu lalu. Kendati demikian, pemerintah masih menyatakan wilayah itu dalam keadaan darurat.
Status darurat, yang diumumkan sehari setelah pembunuhan massal, tidak ditanggalkan untuk memudahkan penyidik memeriksa klan Ampatuan yang dituduh sebagai pelaku pembantaian 23 November lalu.
Status darurat militer diberlakukan agar pemerintah bisa menahan Gubernur Andal Ampatuan senior dan anggota keluarganya yang lain. Anaknya, Walikota Andal Ampatuan junior, adalah orang pertama yang dijatuhkan 25 dakwaan terkait pembunuhan massal tersebut.
“Militer dan polisi sudah menjelaskan posisi pemberontak,” kata Sekretaris Eksekutif Arroyo Eduard Ermita. Dia menambahkan, pengadilan sedang bekerja dan pemerintah lokal telah dpulihkan ke kondisi normal.
Status darurat militer ini merupakan yang pertama kali diberlakukan, setelah 30 tahun lalu oleh dikatator Ferdinand Marcos. Langkah ini diambil pemerintah untuk melawan Ampatuan yang dikenal sebagai penguasa paling berpengaruh di Maguindanao dan juga pendukung utama Arroyo di propinsi tersebut. Selain membantai, klan Ampatuan juga dituduh menggalakkan kelompok pemberontak untuk mencegah pihak berwenang menahan anggota keluarga mereka.
AFP | BLOOMBERG | BBC | SUNARIAH