TEMPO Interaktif, Hua Hin -Sepuluh pemimpin Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (Asean) bersepakat untuk menyatukan langkah dalam program mitigasi perubahan iklim, menjelang pertemuan Perserikatan Bangsa Bangsa yang membahas isu ini di Kopenhagen,
Denmark, awal Desember depan. Sikap itu tampak dari pernyataan bersama mengenai perubahan iklim yang dirilis KTT Asean di Hotel Dusit Thani, Hua Hin, Thailand, Sabtu (24/10) ini.
“Kami mendesak semua pihak yang meratifikasi Konvensi PBB mengenai perubahan iklim untuk melindungi iklim berdasarkan kesetaraan dan sesuai prinsip kebersamaan dengan perbedaan tanggungjawab (common but differentiated responsibilities),” kata PM Thailand Abhisit Vejjajiva dalam siaran persnya di akhir konferensi. “Kemampuan dan kondisi nasional masing-masing negara harus dihormati,” katanya lagi.
Pernyataan Bersama Asean mengenai Perubahan Iklim ini semula direncanakan menjadi Deklarasi KTT Asean. Namun di saat terakhir, deklarasi itu diturunkan levelnya menjadi pernyataan bersama, yang secara diplomatik, lebih kurang mengikat. Penurunan status ini disebabkan masih beragamnya posisi negara-negara anggota Asean dalam menyikapi Pertemuan Kopenhagen.
“Akan ada pertemuan lanjutan di Singapura, akhir Oktober ini, untuk menyepakati rencana aksi yang lebih konkret,” kata Djauhari Oratmangun, Direktur Jenderal untuk urusan Asean di Departemen Luar Negeri.
Meski begitu, lemahnya pernyataan bersama mengenai perubahan iklim disesalkan sejumlah wakil masyarakat sipil. Zelda Soriano, penasehat politik Greenpeace untuk Asia Tenggara, menilai komitmen Asean tidak tergambar dalam pernyataan itu. Seharusnya ada komitmen angka dan persentase yang jelas, untuk pengurangan emisi karbon di kawasan ini,” katanya.
Zelda menilai Asean seharusnya memiliki kerangka kerja penyelamatan iklim yang mengikat semua negara di kawasan. “Tanpa itu, upaya penyelamatan masing-masing negara tidak akan berhasil,” katanya, seraya menunjuk pembalakan hutan yang masih marak walau sudah ada upaya konservasi dan proteksi. Ketiadaan kerangka kerja regional, kata Zelda, membuat negara pembeli produk hutan tinggal mengalihkan permintaan ke negara lain yang peraturannya lebih lemah. “Muncul penyelundupan dan perusakan hutan terus terjadi,” katanya.
Dalam pertemuan Kopenhagen, kata Zelda, Asean harus punya posisi bersama dan menyuarakan sikap tunggal sebagai blok kawasan. “Itu akan lebih efektif untuk menekan kepentingan negara-negara industri,” katanya.
WAHYU DHYATMIKA (Hua Hin)