TEMPO Interaktif, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa baru mengeluarkan laporan kerusakan ekosistem laut yang menganjurkan sebuah program pelestarian laut yang mirip dengan program pengurangan pencemaran akibat kerusakan atau musnahnya hutan
Laporan yang disebut Blue Carbon itu menyebutkan, Habitat laut berkurang sebanyak 7 persen per tahun, lebih cepat 15 kali dibanding hutan tropis. Padahal laut dan makhluk hidup di dalamnya dapat menyerap 2 miliar ton karbondioksida dari atmosfer setiap tahun.
Namun kemampuan itu terancam menurun karena aktivitas manusia.
Sekitar 50 persen populasi dunia tinggal di dalam radius 65 mil dari pantai dan pengaruh aktivitas manusia seperti industri perikanan, pariwisata, pertahanan, dan penyulingan air, terhadap laut terutama perairan dangkal sangat besar.
Hutan bakau, rawa payau/asindan rumput laut bisa menyerap, 1,65 miliar ton karbondioksida dalam rentang waktu yang sama, namun rawa payau dan muara sungai dikeringkan untuk pembangunan. Terhitung sejak 1940 beberapa kawasan Asia sudah kehilangan 90 persen hutan bakau.
Laporan yang dikerjakan oleh tiga badan itu, United Nations Environmental Programme, Food and Agriculture Organization, dan United Nations Educational, Scientific and Culture Organization, mengusulkan negara berkembang mendapat bantuan dana melestarikan lautnya.
Sehingga pertambahan kemampuan laut di negara-negara yang mendapat bantuan untuk program itu untuk menyerap polusi, memungkinkan negara industri memperbesar toleransi polusi yang boleh mereka keluarkan dengan membayar negara peserta program pelestarian laut yang berpolusi rendah.
Pada program sebelumnya, Indonesia termasuk salah satu dari tiga negara Asia yang menerima bantuan pelestarian lingkungan berasam Papua Nugini dan Vietnam.
TIMES ONLINE | WIKIPEDIA | RONALD