Seperti dilaporkan harian New York Times, kelompok lobi itu bernama J Street dan sikapnya berbeda dengan kelompok lobi fundamentalis seperti American Israel Public Affairs Committee (Komite Urusan Publik Israel Amerika alias Aipac).
Aipac, dan kelompok-kelompok lobi Yahudi lain, dikenal sejak awal 1970-an sebagai grup lobi yang sangat agresif membela Israel. Pakar politik John Mearsheimer dan Stephen Walt, dalam satu bukunya, mengatakan kelompok lobi ini membuat kritik terhadap Israel selalu dibungkam di Kongres.
"Garis bawahnya," ungkap Mearsheimer dan Walt, "bahwa Aipac, yang secara de facto agen pemerintah asing (yakni Israel), memiliki kaki kuat di Kongres, sehingga kebijakan Amerika tidak diperdebatkan di sini meski kebijakan itu memiliki konsekuensi di seluruh dunia."
Sebagian besar kelompok Yahudi di Amerika Serikat juga memasrahkan pandangan politik mereka pada keputusan pemerintah Israel. Padahal, tidak mungkin kepentingan Amerika dan Israel persis sama, tulis dua pakar itu.
Mearsheimer dan Walt bahkan menulis bahwa lobi Yahudi ini yang mendorong Bush menyerang Irak pada 2003 demi melindungi Israel.
Bush memang dikenal sebagai presiden yang memberi cek kosong kepada para perdana menteri Israel. Apapun yang dilakukan oleh Israel, Bush akan merestui.
Sikap Bush berbeda dengan pendahulunya, Bill Clinton, yang kadang memberi kritik kepada Israel. Lebih berbeda lagi adalah penerus Bush, Barack Obama.
President Obama memutuskan bersikap keras agar ada kemajuan di Timur Tengah. Ia menjadikan George Mitchell sebagai kepala juru runding. Tugas Mitchell, tentu saja, meminta konsesi dari Israel sekaligus Arab.
Dari Israel, Mitchell meminta agar permukiman Yahudi di wilayah Palestina tidak ditambah dan Israel menerima "solusi dua negara berdampingan damai" sebagai pemecahan akhir. Tekanan agar tidak menambah permukiman Yahudi ini diumumkan kepada publik.
Tekanan ini tentu saja tidak menyenangkan kelompok lobi Yahudi garis keras. Dalam satu pertemuan dengan Obama, para tokoh lobi Yahudi itu mengeluhkan soal ini.
Malcolm Hoenlein, wakil ketua eksekutif Conference of Presidents of Major American Jewish Organizations, memprotes sikap Obama yang mengumumkan penentangannya terhadap permukiman Yahudi. Kalau ada perbedaan sikap dengan para pemimpin Israel, kata Hoenlein, sebaiknya tidak dibawa ke publik.
Presiden, kata Hoenlein, menyandarkan badan ke belakang dan berkata, "Saya tidak setuju. Kita memiliki delapan tahun diam-diam--antara George W. Bush dan para pemerintah Israel--tapi tidak ada kemajuan."
Obama mendapat tambahan bantuan yakni dari kelompok Yahudi liberal J Street yang baru berusia setahun. Sebagai kelompok lobi Yahudi, tentu saja mereka mendukung Israel.
Tapi, berbeda dengan Aipac dan kelompok lain yang mendukung Israel tanpa syarat, J Street ini sering mengkritik termasuk soal permukiman Yahudi, cocok dengan agenda Obama dalam masalah Palestina. Mereka menyebut kelompoknya sebagai "pro-Israel, pro-damai".
Jeremy Ben-Ami, pendiri dan direktur eksekutif J Street, mengatakan, "Kami mencoba mendefinisikan kembali apa artinya pro-Israel. Anda tidak harus tidak bisa mengkritik. Anda tidak harus patuh pada garis partai. Ini tidak berarti: benar atau salah, Israel."
Pemecahan masalah Timur Tengah yang masuk akal, menurut J Street, adalah negara Israel dan Palestina hidup berdampingan damai sesuai perbatasan pra-1967. Sedang Yerusalem dijadikan ibukota bersama.
Sedang soal Hamas--yang oleh pemerintah Amerika dianggap kelompok teroris--J Street mengatakan mestinya dijalankan lewat pihak ketiga dan dicoba menemukan kelompok yang bersedia damai dengan Israel.
Sikap kontroversial J Street adalah saat mereka menentang serangan Israel ke Jalur Gaza pada 27 Desember tahun lalu. Serangan itu sendiri kemudian menjadi malapetakan diplomasi Israel.
Dukungan J Street untuk Obama itu diterjemahkan dengan mencari dukungan kebijakan soal Israel-Palestina dari anggota Kongres. Ini bukan perkara mudah, baik bagi J Street maupun bagi anggota Kongres yang pro-Obama dalam soal Timur Tengah.
Salah satu pertarungan ini, misalnya, terjadi pada Mei silam. Saat itu Aipac membuat surat kepada Obama yang meminta Amerika "tetap menjadi sahabat setia bagi Israel" dan ditandatangani opleh 329 anggota Kongres.
J Street menanggapi beberapa hari kemudian dengan membuat surat yang meminta Amerika lebih aktif dalam proses damai (berarti berani lebih aktif menekan Israel maupun Arab) dan mendorong pemerintahan yang efektif di wilayah Palestina. Surat ini hanya mendapat dukungan 87 anggota Kongres.
Dukungan masih kecil karena kelompok lobi seperti Aipac sangat agresif. Steve Cohen, salah satu anggota Kongres, misalnya semula didukung Aipac. Begitu ia menandatangani surat dari J Street, segera saja mulai mendapat musuh.
"Saya mengalami beberapa pendukung Aipac yang tidak datang ke acara pengumpulan dana partai saya," katanya. "Biasanya mereka yang pertama datang."
Tapi J Street optimistis. Mereka menyatakan mayoritas Yahudi di Amerika mendukung sikap mereka. Dukungan bagi mereka juga terus muncul. Yang paling gampang terlihat adalah bantuan dana bagi mereka sehingga anggaran mereka sudah berlipat dua jumlahnya, menjadi US$ 3 juta (Rp 3 miliar). Staf lobi yang semula hanya tiga orang juga sudah menjadi enam orang.
NURKHOIRI