TEMPO Interaktif , Kuala Lumpur - Malaysia berusaha meredakan kemarahan Indonesia atas penggunaan “Tari Pendet” dalam promosi dalam serial dokumenter TV di Malaysia. Pejabat Malaysia meletakkan kesalahan pada jaringan kabel Discovery Channel.
Klip iklan itu memicu kemarahan Indonesia, dengan ratusan aksi unjuk rasa dan menuduh Malaysia mencuri "Tari Pendet", yang merupakan tarian dari Pulau Dewata Bali. Kasus ini menjadi sengketa budaya terbaru antara dua negara bertetangga ini.
Menteri Kebudayaan Rais Yatim mengatakan kesalahan itu dilakukan oleh Discovery Channel, yang membuat klip berdurasi 30 detik untuk mempromosikan seri "Enigmatic Malaysia."
Jaringan Discovery Asia-Pasifik mengatakan menyesal menggunakan gambar penari Bali, yang katanya adalah bersumber dari pihak ketiga yang independen. "Klip promosi telah dihapus dari semua tayangan," katanya dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa ia tidak berniat menyebabkan kesalahpahaman.
Rais mengatakan klip itu tidak ada hubungannya dengan produser film di Malaysia dan "tidak perlu untuk berperang di publik atau menjadi emosional."
Wakil Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mendesak untuk Indonesia untuk mengakhiri protes mereka dan menerima permintaan maaf dari Discovery Channel.
Hubungan Indonesia dan Malaysia mengalami pasang surut dalam perjalanan sejarahnya. Pada akhir 2007, Indonesia mengancam akan menuntut malaysia karena menggunakan lagu-lagu tradisional Indonesia dan tarian Reog dalam promosi pariwisata nasional. Hal ini membuat kedua negara membentuk panel tingkat tinggi untuk menyelesaikan sengketa.
Pada hari Selasa lalu, sekitar 30 orang Indonesia melempari Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta dengan telur busuk dan mencoba untuk menaikkan bendera Indonesia di pintu gerbang. Mereka memprotes klip tari pendet dalam promosi wisata negeri Jiran itu. Aksi senada dilakukan ratusan mahasiswa seni di Bali.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan, dia telah menulis surat protes ke Malaysia pekan lalu bahwa Malaysia telah melanggar kesepakatan tahun 2007 untuk menghormati satu sama lain warisan budaya.
AP| NUR HARYANTO