TEMPO.CO, Jakarta - Sebulan setelah kematian Hassan Nasrallah, Hizbullah menunjuk pemimpin baru, yaitu Naim Qassem. Kelompok itu mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa Dewan Syura telah memilih Qassem, 71 tahun, sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan untuk memilih sekretaris jenderal.
Kedudukan sebagai pemimpin Hizbullah membawa konsekuensi berat bagi Qassem. Bukan hanya karena ia harus memimpin sebuah organisasi yang memiliki musuh terkuat di dunia, yaitu Israel dan para sekutunya, tetapi juga ia akan menjadi target pembunuhan.
Israel menjadikan para pemimpin Hizbullah sebagai target pembunuhan untuk memenuhi ambisi mereka melenyapkan organisasi perlawanan tersebut. Sepupu Nasrallah, Hashem Safieddine, sebelumnya dianggap sebagai favorit untuk mengambil alih kepemimpinan Hizbullah yang terkait dengan Iran, dibunuh bahkan sebelum ia ditunjuk.
Akun X resmi pemerintah Israel berbahasa Arab memposting, "Masa jabatannya di posisi ini mungkin akan menjadi yang terpendek dalam sejarah organisasi teroris ini jika dia mengikuti jejak pendahulunya Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine."
"Tidak ada solusi di Lebanon kecuali membubarkan organisasi ini sebagai sebuah kekuatan militer," tulisnya, seperti dikutip Al Jazeera.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, juga tak ketinggalan menebar ancaman di X. Dalam Bahasa Inggris, ia menggambarkan Naim Qassem sebagai kepala Hizbullah yang baru sebagai "Penunjukan sementara. Tidak untuk waktu yang lama."
"Hitung mundur telah dimulai," tulis Gallant dalam postingan terpisah dalam bahasa Ibrani.
Tidak ada kekosongan kepemimpinan Hizbullah
Ali Rizk, seorang analis keamanan dan politik yang berbasis di Beirut, mengatakan bahwa keputusan untuk menunjuk Naim Qassem sebagai Sekretaris Jenderal Hizbullah menunjukkan bahwa kelompok bersenjata tersebut sedang membangun kembali setelah pembunuhan beberapa pemimpin puncaknya.
"Hal ini akan berdampak pada peningkatan moral para pendukung Hizbullah. Ini juga akan menjadi pesan kepada musuh-musuh Hizbullah bahwa tidak ada kekosongan kepemimpinan dan semuanya berjalan dengan lancar dan Hizbullah sedang membangun kembali. Jadi saya pikir ada berbagai pesan yang disampaikan," kata Rizk kepada Al Jazeera.
Hizbullah harus memilih wajah yang terkenal dan dikenal untuk mengambil alih posisi dari Hassan Nasrallah, yang terbunuh dalam serangan Israel pada September.
"Satu-satunya wajah yang tersisa, secara relatif, adalah Syekh Naim Qassem. Jadi saya pikir apa yang kita miliki sekarang adalah pilihan seorang pemimpin dari penjaga lama untuk memberikan ruang bagi generasi baru untuk muncul dan wajah-wajah baru. Saya rasa tidak mungkin Hizbullah memilih sosok yang tidak dikenal saat ini," jelas Rizk.
Pilihan Editor: Hizbullah Pilih Naim Qassem sebagai Pemimpin, Apakah Ia Akan Jadi Target Israel Berikutnya?