Belum ada pengakuan
Baik Hizbullah maupun pemerintah Lebanon telah menyalahkan Israel atas ledakan yang direncanakan dengan baik tersebut.
Sejauh ini, Israel belum menanggapi serangan mematikan tersebut. Bahkan, kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menjauhkan diri dari sebuah posting di X oleh penasihatnya, Topaz Luk, yang mengisyaratkan bahwa Tel Aviv bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
Beberapa negara mengutuk ledakan pager tersebut dan menyatakan solidaritasnya kepada Lebanon, sementara organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional, termasuk Human Rights Watch, memperingatkan bahwa serangan-serangan semacam itu membahayakan kehidupan warga sipil dan melanggar hukum perang.
Ledakan pager massal terjadi di tengah-tengah pertukaran serangan lintas batas antara Hizbullah dan Israel dengan latar belakang serangan brutal Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.300 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan melukai lebih dari 95.000 orang lainnya setelah serangan Hamas pada bulan Oktober lalu.
Sebelumnya pada Jumat, Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barth Eide, menyerukan agar semua pihak menahan diri. "Saya menyampaikan simpati yang tulus kepada warga sipil di Lebanon dan di seluruh wilayah yang kini hidup dalam ketakutan.
"Saya menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri secara maksimal," tulisnya di X.
Kamis malam, Israel mengebom target-target baru di Lebanon dalam serangan paling intensif di negara itu sejak perang Gaza meletus.
"Apa yang sedang terjadi adalah ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional," kata Eide kepada NRK pada Jumat.
"Sekarang, para pemimpin Israel mengatakan secara eksplisit bahwa mereka ingin memindahkan perang ke Lebanon. Maka kita akan mendapatkan eskalasi yang sudah lama kita takutkan," tegasnya.
REUTERS | ANADOLU
Pilihan Editor: Maroko akan Adili Tentara Israel atas Kejahatan Perang di Gaza