TEMPO.CO, Jakarta - Ketika serikat pekerja masuk ke dalam ring dengan para eksekutif Volkswagen pada Rabu untuk memperjuangkan keamanan kerja dan penutupan pabrik, ada sosok perempuan tangguh yang akan menjadi ujian terberat bagi tokoh paling kuat di perusahaan otomotif yang berada di belakang CEO-nya: Daniela Cavallo.
Namun, wanita berusia 49 tahun berdarah Italia-Jerman ini akan menjadi lawan yang tangguh bagi para manajer, setelah naik pangkat menjadi kepala wanita pertama di dewan pekerja perusahaan, dengan gaya sebagai pembela "keluarga Volkswagen".
Negosiasi dimulai kurang dari sebulan setelah Volkswagen mengatakan bahwa mereka mungkin akan menutup pabrik di Jerman untuk pertama kalinya. Hal ini mengakhiri perdamaian selama dua tahun antara serikat pekerja dan para manajer, yang menyoroti bahwa meskipun konflik sempat mereda di bawah kepemimpinan Cavallo dan CEO Volkswagen Oliver Blume, tidak demikian halnya dengan masalah industrial.
"Sayangnya, saya harus mengakui bahwa ini adalah hari yang paling kelam sejauh ini," kata Cavallo awal bulan ini, beberapa jam setelah Volkswagen memberi tahu para pekerja tentang rencana untuk menutup pabrik dan mengakhiri jaminan kerja yang sudah berlangsung lama.
Tingginya biaya energi dan tenaga kerja, bersama dengan melemahnya permintaan di Eropa, membuat manajemen tidak punya pilihan selain mengambil tindakan drastis, kata perusahaan, melanggar dua tabu yang menurut Cavallo menandai perubahan budaya besar di produsen mobil terbesar di Eropa itu.
Menurut dua orang yang mengetahui masalah ini, komentarnya mencerminkan komitmen mendalam Cavallo terhadap Volkswagen yang berbasis di Wolfsburg, tempat ia menghabiskan seluruh kariernya, dan akhirnya menjadi kepala dewan pekerja pada 2021.
Mereka juga mengatakan bahwa perselisihan ini lebih dari sekadar bisnis bagi seorang pekerja yang lahir dan dibesarkan di Wolfsburg. Ini juga menjadi urusan keluarga sejak ayahnya meninggalkan Italia selatan ke Jerman pada 1969 untuk bergabung dengan perusahaan tersebut.
Saat ini, Cavallo, suaminya, dan dua saudara perempuannya adalah bagian dari sekitar 680.000 tenaga kerja global Volkswagen, termasuk 130.000 karyawan merek VW di Jerman yang terdampak oleh perselisihan tersebut.