Ia mengatakan, ia tidak yakin pembunuhan itu akan menyebabkan perubahan apa pun di lapangan atau memajukan upaya untuk mengamankan gencatan senjata. “Membunuh wanita, anak-anak, dan orang tua juga tidak akan mengubah apa pun. Bahkan jika seluruh penduduk Palestina dimusnahkan, tidak ada yang akan pindah,” katanya. “Sebagai warga Palestina, saya merasa dunia sudah muak dengan kami. Rezim Arab dan asing sudah muak dengan berita kami.”
“Kita telah kehilangan pemimpin nasional dan elit masyarakat, dan kita terus kehilangan mereka. Perang ini bukan melawan Hamas. Perang ini melawan semua yang ada di Palestina, bahkan air dan udara yang kita hirup," ujarnya.
Zahwa al-Samouni, 62, yang tinggal bersama keluarganya yang berjumlah 16 orang di kamp darurat, bersedih mendengar kematian pemimpin Hamas itu. “Ismail Haniyeh sangat dekat dengan masyarakat sebelum ia meninggalkan Gaza menuju Qatar. Ia orang yang cinta damai, bergaul dengan masyarakat di jalan, berbagi suka dan duka, dan kami sering melihatnya di masjid,” katanya.
“Dia akan menyapa kami saat berjalan di tepi pantai di pagi hari. Kami tidak pernah merasa bahwa dia adalah pemimpin yang jauh.”
Meskipun dia tidak mendukung Hamas, al-Samouni percaya bahwa pembunuhan Haniyeh adalah “kerugian bagi semua warga Palestina”.
"Ada dugaan bahwa ia hidup nyaman dengan keluarganya di Qatar dan Turki, dan mereka pergi, meninggalkan Gaza dan penduduknya, tetapi kami terkejut bahwa tiga putranya dan empat cucunya (tewas) dalam pemboman Israel selama perang, membuktikan bahwa rumor tersebut salah. Sekarang, ia menjadi sasaran," katanya.
“Israel tidak membedakan antara pemimpin, pejuang, atau warga sipil. Saya warga sipil yang terusir, dan saya bisa menjadi sasaran kapan saja.”
Al-Samouni mengimbau masyarakat internasional untuk mengambil tindakan guna menghentikan perang Israel di Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober dan telah menewaskan sedikitnya 39.445 warga Palestina. “Sudah cukup semua yang terjadi. Ini tidak akan berhenti pada Haniyeh atau siapa pun. Ini akan terus berlanjut sampai kita semua musnah.”
Foto Haniyeh yang dibingkai di tengah reruntuhan rumahnya di Gaza mengingatkan warga Palestina akan kematian dan kehancuran yang diakibatkan oleh perang yang telah berlangsung selama 10 bulan. Harapan gencatan senjata kian dengan Israel kian tipis karena Hamas dan Iran bersumpah untuk membalas dendam atas pembunuhannya.
"Dunia sekarang harus memahami bahwa Israel tidak menginginkan gencatan senjata atau berakhirnya perang," kata penduduk Gaza Salah Abu Rezik.