TEMPO Interaktif, Jakarta - Dalam kunjungan ke kawasan Asia Tenggara, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton, membawa pesan penting bagi masyarakat kawasan Asia Tenggara, "Amerika Serikat telah kembali (memusatkan perhatian ke ASEAN)," begitu katanya setiba di Bangkok, Thailand, Selasa (21/7) kemarin.
Dalam sebuah wawancara khusus di Thai TV, Rabu (22/7) tadi pagi, ia mengulang pernyataannya, "Presiden Obama dan saya akan memberikan perhatian yang penting bagi wilayah ini," ujar Hillary. Dia juga mengatakan kepemimpinan Presiden George W. Bush sebelumnya kurang memberikan perhatian terhadap wilayah ini. "Saya percaya Amerika serikat akan lebih kuat terlibat di wilayah ini," dia menambahkan. Tujuannya kembali berkunjung ke wilayah ini adalah untuk bekerja lebih keras membawa hubungan kedua pihak lebih baik dalam mendorong perdamaian dan kesejahteraan.
Pemerintahan Presiden Barack Obama tengah memperkuat kebijakannya untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Clinton akan berada di Thailand selama tiga hari, dua hari di antaranya berada di kawasan wisata Phuket, selatan Bangkok, untuk menghadiri pertemuan regional para menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Clinton juga akan menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan, atau Treaty of Amity and Coorporation (TAC), antara Amerika Serikat dan ASEAN. Ini adalah perjanjian yang berisi komitmen untuk membangun perdamaian bersama dan komitmen akan menyelesaian masalah-masalah antara kedua belah pihak secara damai. Perjanjian penting ini merupakan wewenang pihak eksekutif dan bisa ditandatangani oleh pejabat pemerintah Obama tanpa perlu mendapat ratifikasi terlebih dulu dari konggres Amerika. Semasa pemerintahan George W. Bush, Bush selalu menunda-nunda dan mengabaikan perjanjian ini.
Dalam wawancara Clinton juga mengulangi kekhawatirannya tentang perkembangan senjata nuklir yang dimiliki Korea Utara, demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia di Burma, dan semakin menguatnya hubungan Burma-Korea Utara dalam perdagangan senjata.
Pengamat Asia Tenggara dari Universitas North Carolina Donald Weatherbee mengatakan, "kepentingan Cina semakin meningkat di wilayah ini. Amerika Serikat perlu menyediakan alternatif kekuatan untuk keseimbangan di wilayah ini."
Perjanjian ini menggambarkan tumbuhnya kekhawatiran Amerika Serikat terhadap semakin kuatnya pengaruh ekonomi dan kekuatan militer Cina terhadap wilayah yang kaya sumberdaya alam, wilayah laut yang vital dalam perdagangan dunia, seperti energi, batubara, minyak dan komoditi lain. Sekitar 40.000 personil angkatan laut Amerika Serikat dari armada ke-7 telah berjasa membantu polisi Asia Tenggara membantu keamanan wilayah ini sejak perang dunia II.
Perdagangan Cina di wilayah Asia Tenggara telah naik hampir 20 kali lipat sejak tahun 1993 menjadi sekitar 179 miliiar dolar Amerika Serikat pada akhir tahun lalu. Khusus perdagangan ASEAN naik dari 2 persen menjadi 10,5 persen dalam prosentase perdagangan itu. Sedangkan perdagangan Amerika Serikat di dalam kawasan ini telah turun menjadi 12 persen dari 17 persen di periode sebelumnya, meskipun masih dengan nilai yang lebih besar dari Cina, sekitar 201 miliar dolar Amerika Serikat, demikian catatan dari Bloomberg.
"Mulai hari ini dan bulan-bulan kedepan, Amerika Serikat akan membuka peluang-peluang baru dengan ASEAN dan seluruh partner diwilayah ini," demikian kata Clinton.
Salah satu yang menjadi agenda pembicaraan dalam pertemuan regional menteri luar negeri ASEAN dengan Amerika Serikat di Phuket adalah masalah demokrasi di Burma.
AP l BLOOMBERG l WAHYUANA