TEMPO.CO, Jakarta - Jemaah haji menyelesaikan pelemparan tiga jamrah pada hari kedua Tasyriq, Selasa, 18 Juni 2024. Mereka memulai dengan yang terkecil, Jamrah Al-Oula, kemudian yang tengah, Jamrah Al-Wusta, dan akhirnya Jamrah Al-Aqaba. Para jemaah kemudian melakukan Tawaf Perpisahan di Ka'bah sebelum kembali ke pemondokan mereka di Mina.
Namun, cuaca ekstrem tahun ini menjadi tantangan besar dalam menjalankan ibadah haji. Kerumunan jemaah haji yang berdesakan berjuang menembus panasnya cuaca yang telah merenggut nyawa selama ibadah haji tahunan dengan suhu mencapai 51,8 derajat Celcius (125,2 Fahrenheit) di bawah naungan Masjidil Haram di Makkah, TV pemerintah Arab Saudi mengatakan pada Selasa.
Enam warga negara Yordania meninggal akibat serangan panas selama ibadah haji, kata kementerian luar negeri Yordania. Kemudian kementerian tersebut mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 14 orang, namun tidak memberikan alasan atas kematian-kematian berikutnya.
Sebelas warga Iran telah meninggal dunia dan 24 lainnya dirawat di rumah sakit selama ibadah haji, kantor berita pemerintah Iran, IRINN, mengatakan pada Selasa tanpa menyebutkan penyebab kematiannya.
Tiga warga negara Senegal juga meninggal selama ibadah haji, kata Agence de Presse Sénégalaise, Senin.
Seratus tiga puluh enam warga negara Indonesia meninggal selama ibadah haji, tiga di antaranya akibat serangan panas, menurut seorang pejabat kesehatan Indonesia, Le Monde melaporkan pada Senin.
Impit-impitan, kebakaran tenda dan kecelakaan lainnya telah menyebabkan ratusan kematian selama haji dalam 30 tahun terakhir, sehingga memaksa pemerintah Arab Saudi untuk membangun infrastruktur baru. Pihak berwenang kini menghadapi tantangan baru untuk melindungi jemaah haji dari cuaca yang sangat panas.
Sebuah studi pada 2024 oleh Journal of Travel and Medicine menemukan bahwa di tengah meningkatnya suhu global, panas yang memburuk dapat melampaui strategi mitigasi, sementara sebuah studi pada tahun 2019 oleh Geophysical Research Letters mengatakan bahwa ketika suhu meningkat di Arab Saudi yang sudah gersang karena perubahan iklim, jemaah yang melakukan haji akan menghadapi "bahaya ekstrem".
Haji adalah ziarah tahunan yang dilakukan jutaan umat Islam ke Makkah dengan tujuan melakukan ritual keagamaan seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada para pengikutnya 14 abad yang lalu.
Seorang pejabat kesehatan Arab Saudi mengatakan kepada Reuters bahwa pihak berwenang tidak melihat adanya kematian yang tidak biasa di antara para jemaah haji yang sedang menunaikan ibadah haji saat suhu udara sangat tinggi.
"Kami tidak melihat, alhamdulillah, adanya kelainan atau penyimpangan dari jumlah normal angka kesakitan dan kematian," ujar Jameel Abualenain, kepala direktorat keadaan darurat Kementerian Kesehatan.
Sejauh ini kementerian telah merawat lebih dari 2.700 jemaah haji yang menderita penyakit akibat suhu panas, tambahnya.
"Haji adalah tugas yang sulit, jadi Anda harus mengerahkan upaya dan melakukan ritual bahkan dalam kondisi panas dan berdesak-desakan," kata seorang jamaah haji asal Mesir kepada Reuters pada Minggu.
Para jemaah haji menggunakan payung untuk melindungi diri mereka dari sengatan matahari. Pihak berwenang Arab Saudi telah mengeluarkan peringatan kepada para jemaah haji untuk tetap terhidrasi dan menghindari berada di luar ruangan pada jam-jam terpanas di siang hari antara pukul 11.00 (0800 GMT) hingga 15.00.
Haji, salah satu ibadah terbesar di dunia, merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap Muslim yang mampu. Ibadah ini akan berakhir pada hari Rabu.
Lebih dari 1,8 juta jemaah diperkirakan akan ikut serta tahun ini, menurut Otoritas Umum Statistik Arab Saudi.
REUTERS | ARAB NEWS
Pilihan Editor: Tim Medis Arab Saudi Lakukan 24 Operasi Bedah Jantung Terbuka pada Jemaah Haji