TEMPO.CO, Jakarta - Mohammad Mustafa, yang ditunjuk sebagai perdana menteri Otoritas Palestina (PA) pada Kamis, 14 Maret 2024, adalah salah satu tokoh bisnis terkemuka Palestina yang mengawasi rekonstruksi Gaza di bawah pemerintahan Islam Hamas.
Mustafa, yang merupakan sekutu langka Ketua Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, pernah menjalankan perusahaan telekomunikasi Palestina Paltel dan yang terbaru adalah Dana Investasi Palestina (PIF) milik pemerintah Otoritas Palestina, dengan aset senilai hampir $1 miliar yang mendanai proyek-proyek di seluruh wilayah Palestina.
Dia ditunjuk satu dekade lalu untuk membantu memimpin upaya rekonstruksi di Gaza setelah perang sebelumnya antara Israel dan Hamas.
Para pemimpin Palestina berharap dia sekarang bisa muncul sebagai tokoh pemersatu ketika dia bersiap untuk membangun kembali daerah kantong tersebut setelah lima bulan dibombardir Israel sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.
PA yang diakui secara internasional, yang menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel tetapi kehilangan kendali atas Gaza ke tangan Hamas pada tahun 2007, bertujuan untuk menyatukan kembali pemerintahan di tanah Palestina setelah perang Gaza.
Perdana Menteri Mohammad Shtayyeh, anggota faksi Fatah pimpinan Abbas, mengundurkan diri pada bulan Februari untuk membuka jalan bagi kabinet persatuan. Meski dekat dengan Abbas, Mustafa bukan anggota Fatah, sehingga berpotensi membuatnya tidak terlalu kontroversial.
Mustafa menghadapi tugas besar dalam bidang manajemen dan diplomasi. Sebagian besar wilayah Gaza kini menjadi puing-puing dan sebagian besar dari 2,3 juta penduduknya terpaksa mengungsi dan membutuhkan bantuan. Tepi Barat juga mengalami kekerasan terburuk dalam beberapa dekade terakhir.
Selain mengawasi miliaran bantuan internasional yang diharapkan, Mustafa akan membutuhkan dukungan politik dari Hamas dan para pendukungnya serta kerja sama dari Israel, yang ingin memberantas Hamas.
Washington, yang menginginkan PA memainkan peran utama dalam pemerintahan Gaza pascaperang, telah menyerukan reformasi mendalam dalam cara pengelolaannya.
“Fatah berada dalam krisis di Tepi Barat dan Hamas jelas berada dalam krisis di Gaza,” kata ekonom Palestina Mohammad Abu Jayyab, berbicara sebelum penunjukan Mustafa, 69 tahun. PM Palestina yang baru ini bisa mewakili “jalan keluar” bagi keduanya, katanya.