TEMPO.CO, Jakarta - Menjalankan ibadah puasa di tengah perang, bukan hal mudah bagi warga Palestina di Gaza. Mereka harus berpuasa dan menjalankan salat tarawih di tengah gempuran Israel.
Sulitnya Ramadan di Gaza diceritakan oleh relawan MER-C dari Indonesia, Fikri Rofiul Haq. Ia bersama sekitar 70 warga Palestina di Gaza selatan terpaksa melaksanakan salat Tarawih berjemaah di lapangan terbuka. Sebabnnya masjid-masjid kerap menjadi target serangan Israel. Mereka harus menjalani ibadah dengan fasilitas dan tempat yang tidak memadai, dan salat berjemaah menjadi kegiatan yang tidak bisa dilakukan setiap harinya.
“Memang situasi masih mencekam. Kami di awal Ramadan tidak bisa melakukan Tarawih secara berjemaah. Namun tadi malam, Alhamdulillah kita bisa salat Tarawih secara berjemaah di lapangan depan sekolah kita,” kata Fikri kepada Tempo, Selasa, 12 Maret 2024.
Fikri, yang menetap di Gaza sebagai mahasiswa dan relawan sejak 2020, sekarang tinggal bersama warga yang mengungsi di bangunan sekolah dekat Rumah Sakit Eropa Gaza di Khan Younis, Gaza selatan.
Bersama rekannya di MER-C, Reza Aldilla Kurniawan dan Farid Zanzabil Al Ayubi, dia terpaksa meninggalkan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Beit Lahia, Gaza utara tahun lalu setelah pasukan Israel meningkatkan intensitas serangan di sana. Mereka melanjutkan tugas kemanusiaan membantu warga Gaza di selatan, meski berkurang satu personel ketika pemerintah Indonesia mengevakuasi Farid pada Desember 2023.