TEMPO.CO, Jakarta - Bagi warga Palestina yang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat serangan Israel di Gaza, kabar bahwa Mesir bersiap menghadapi kemungkinan eksodus warga Palestina hanya memperkuat ketakutan mereka akan diusir dari wilayah tersebut sepenuhnya.
Kekhawatiran mendalam bahwa warga Palestina akan diusir dari Jalur Gaza telah membayangi baik warga Palestina maupun negara tetangga Arab mereka sejak Israel melancarkan serangan dahsyat sebagai respons terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober.
Saat ini, ketika Israel mengatakan akan menyerang Rafah, rencana-rencana darurat yang menurut sumber-sumber yang ada di Mesir untuk mengakomodasi warga Palestina - jika hal itu terjadi - memperdalam kekhawatiran tersebut, meskipun Mesir membantah telah melakukan persiapan semacam itu dan Israel mengatakan bahwa mereka tidak berniat untuk mendeportasi warga Palestina dari Gaza.
“Jika kami pergi ke Mesir, siapa yang bisa menjamin kami kembali ke negara kami?” kata Elfat al-Nahhal, salah satu pengungsi di Rafah.
“Kami akan mengulangi kisah tahun 1948,” katanya, mengacu pada pengungsian 700.000 warga Palestina yang diusir atau meninggalkan rumah mereka selama perang yang diciptakan Israel.
Warga Palestina mengenang peristiwa ini sebagai “Hari Nakba” atau “malapetaka”.
Sudah beberapa kali mengungsi sejak Oktober, dia menolak untuk pergi: "Kami di sini dan itu saja."
Empat sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Mesir telah mulai mempersiapkan sebuah area di perbatasan Gaza yang dapat menampung warga Palestina jika serangan Israel di Rafah memicu eksodus melintasi perbatasan, dan menekankan bahwa ini adalah langkah darurat.
Kepala Layanan Informasi Negara Mesir mengatakan keterangan sumber tersebut "tidak memiliki dasar kebenaran".
Mesir telah berulang kali meningkatkan kewaspadaan atas kemungkinan serangan Israel di Gaza dapat membuat warga Palestina terpaksa mengungsi ke Sinai – sesuatu yang menurut Kairo sama sekali tidak dapat diterima.
Peringatan tersebut juga digaungkan oleh negara-negara Arab lainnya, terutama Yordania, yang berbatasan dengan Tepi Barat dan menampung banyak warga Palestina yang mengungsi pada 1948 dan pada perang Timur Tengah tahun 1967, ketika Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Amerika Serikat telah berulang kali menyatakan akan menentang pemindahan warga Palestina keluar dari Gaza.
Pemerintah Israel mengatakan serangan itu bertujuan untuk menghancurkan Hamas, bukan mengusir warga Palestina. Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mengatakan pada Jumat, 16 Februari 2024, bahwa Israel tidak memiliki rencana untuk mendeportasi warga Palestina dari Gaza dan akan mencari cara untuk tidak merugikan kepentingan Mesir. Namun beberapa menteri Israel telah menganjurkan pemukiman kembali warga Palestina di luar Gaza.
Dua pejabat Israel yang dihubungi oleh Reuters pada Jumat menolak mengomentari laporan rencana darurat Mesir.
Israel mengatakan tentaranya sedang menyusun rencana untuk mengevakuasi warga sipil dari Rafah ke wilayah lain di Jalur Gaza.