Tekanan tersebut muncul sebagai tanggapan atas kembalinya mantan presiden Afganistan Burhanuddin Rabbani ke Kabul pada Sabtu (17/11) lalu. Ini merupakan kedatangan Rabbani untuk pertama kalinya sejak digulingkan penguasa Taliban, lima tahun lalu. Rabbani dan pengikutnya diusir dari ibukota Afganistan itu.
Para pejabat AS khawatir Rabbani akan menyiapkan pemerintahan yang akan melarang etnis mayoritas di Afganistan, yakni etnis Pashtun yang mendukung pemerintahan Taliban. Para petinggi negara adi daya itu khawatir dibentuknya pemerintahan baru pasca Taliban justru akan membuka lembaran baru perang saudara. Seperti kerusuhan yang memporakporandakan negeri itu usai memukul mundur pasukan Uni Soviet pada 1989.
Rabbani sendiri sebelumnya telah berjanji kepada para pejabat AS bahwa dia akan tetap menjauhi kota Kabul selama beberapa minggu. PBB yang telah mengakui Rabbani sebagai presiden sejak 1996, memperingatkan para pendukungnya dari Aliansi Utara agar tidak terlalu memaksakan kehendak mereka. Kenyataannya Kabul jatuh terlalu cepat dari perkiraan kami Kata salah seorang pejabat senior AS kepada wartawan New York Times.
Sementara itu, pada hari sabtu lalu (17/11) Rabbani berbicara kepada para wartawan di Kabul bahwa pihaknya akan mencoba untuk membentuk pemerintahan yang mencakup berbagai kelompok etnis sesegera mungkin. Menurutnya kemenangan yang diraih bukan milik satu kelompok etnis tertentu, tapi milik seluruh rakyat Afganistan. (Nunuy Nurhayati-Tempo News Room/AFP)