TEMPO.CO, Jakarta - Australia mencatat surplus anggaran akhir sebesar A$22,1 miliar (Rp218,4 triliun) untuk tahun ini hingga Juni 2023, lima kali lipat dari perkiraan sebelumnya, karena pertumbuhan lapangan kerja yang kuat dan keuntungan pertambangan melimpah membantu negara tersebut membukukan surplus pertama dalam 15 tahun.
Angka dari Departemen Keuangan menunjukkan surplus tersebut sekitar 0,9% dari produk domestik bruto, dan pemerintah akan mengembalikan 95% peningkatan pendapatan ke anggaran dalam upaya untuk menghindari penambahan inflasi.
Dalam anggarannya pada bulan Mei, pemerintahan Partai Buruh memproyeksikan surplus sebesar A$4,2 miliar, sebuah perubahan besar dari defisit yang disebabkan oleh pandemi pada dua tahun sebelumnya.
Namun, anggaran tersebut diperkirakan akan kembali defisit pada tahun ini di tengah meningkatnya tekanan belanja pada bidang kesehatan, energi, dan pertahanan. Suku bunga yang lebih tinggi dan perekonomian global yang lebih lambat diperkirakan akan memperlambat pasar tenaga kerja dalam negeri.
“Saat ini kami tidak mengharapkannya… bahwa akan ada yang kedua,” kata Menteri Keuangan Jim Chalmers dalam sebuah wawancara dengan ABC News Breakfast, Jumat, 22 September 2023.
“Kami tahu bahwa hal ini bukanlah tujuan akhir, namun hal ini merupakan landasan yang sangat penting dan lebih kuat untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan, dan tekanan terhadap anggaran semakin meningkat.”
Dengan meningkatkan pendapatan perbankan, pemerintah menurunkan utang bruto sebesar A$87,2 miliar dan akan menghindari pembayaran bunga sekitar A$12 miliar selama lima tahun hingga tahun 2026-2027.
Chalmers mengatakan pada bulan Juli bahwa surplus anggaran kemungkinan akan mencapai A$20 miliar pada akhir tahun fiskal.
REUTERS
Pilihan Editor Jurnalis Cina Huang Xueqin DItahan 2 Tahun, Dituduh Subversif