TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Thailand berupaya mendorong diterbitkannya undang-undang yang membatasi penggunaan ganja hanya untuk medis dan penelitian, kata seorang anggota parlemen senior, lebih dari setahun setelah narkotika tersebut dilegalkan di tempat tertentu.
Tahun lalu, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendekriminalisasi ganja, namun karena tidak adanya tindakan khusus, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan untuk mencegah penggunaan narkotika itu secara tidak terkendali, terutama di kalangan anak-anak.
Undang-undang baru ini akan menargetkan industri yang diperkirakan bernilai hingga $1,2 miliar selama beberapa tahun ke depan, dengan toko-toko ganja bermunculan di ibu kota Bangkok dan tempat-tempat wisata, seperti pulau resor Phuket.
“Ganja akan – digarisbawahi ganda – untuk tujuan medis dan penelitian,” kata anggota parlemen Saritpong Kiewkong, Rabu, 20 September 2023.
“Tidak ada kebijakan untuk penggunaan rekreasi,” kata anggota parlemen dari partai Bhumjaithai, yang mempelopori dekriminalisasi dan sekarang menjadi komponen terbesar kedua dari pemerintahan koalisi 11 partai di Thailand.
Rancangan undang-undang tersebut, yang mengkonsolidasikan langkah-langkah terhadap penggunaan barang publik yang kini menjadi andalan pemerintah untuk mengendalikan perilaku buruk, diperkirakan akan memakan waktu satu tahun untuk diselesaikan dan disahkan.
Hal ini mencakup izin untuk menanam tanaman, penjualan dan distribusi, serta tindakan yang lebih ketat terhadap penjualan di kuil, sekolah, dan taman hiburan.
Pekan lalu, Perdana Menteri Srettha Thavisin mengatakan dia hanya mendukung penggunaan ganja untuk tujuan medis, dan bukan untuk rekreasi.
REUTERS
Pilihan Editor Kunjungan Wisatawan Indonesia ke Sarawak Naik 4 Kali Lipat