TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah bus wisata tiba di stasiun pangkalan Gunung Fuji di Jepang dan menurunkan puluhan turis asing berpakaian tipis di depan toko suvenir dan restoran, pada Sabtu, 9 September 2023, ketika hujan turun.
Pemandangan ini mengingatkan pada gambaran taman hiburan, bukan tempat yang disucikan oleh kebanyakan orang Jepang terhadap gunung setinggi 3.776 meter. Fuji Yama dipuja sebagai gunung suci oleh orang Jepang, dan merupakan sumber kebanggaan karena bentuknya yang simetris sempurna.
"Hei, jangan merokok di sini!" teriak seorang penjaga toko suvenir kepada seorang pria yang mengenakan celana pendek dan memegang sekaleng bir di depan gerbang 'torii' merah yang melambangkan pintu masuk ke kuil Shinto di depan.
Gunung Fuji, yang terletak di prefektur Yamanashi dan Shizuoka di bagian timur Jepang, selalu populer di kalangan wisatawan lokal dan luar negeri.
Namun peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Jepang baru-baru ini telah menyebabkan tingkat polusi yang ekstrem dan gangguan lainnya, kata pihak berwenang, seraya menambahkan bahwa mereka mungkin terpaksa mengambil tindakan drastis seperti membatasi jumlah pengunjung dengan menjadikan gunung tersebut hanya dapat diakses oleh mereka yang belum pernah ke Jepang.
“Fuji menghadapi krisis yang nyata,” kata Masatake Izumi, seorang pejabat prefektur Yamanashi, kepada wartawan saat tur untuk media asing pada hari Sabtu, akhir pekan terakhir sebelum jalur tersebut ditutup untuk tahun ini.
“Ini tidak dapat dikendalikan dan kami khawatir Gunung Fuji akan menjadi tidak menarik lagi, sehingga tidak ada seorang pun yang ingin mendakinya,” katanya.
Gunung Fuji terdaftar sebagai situs Warisan Dunia UNESCO 10 tahun yang lalu, sehingga semakin meningkatkan popularitasnya. Namun masalah datang karena semakin banyaknya wisatawan membawa dampak nyata pada kelestarian lingkungan baik berupa sampah maupun keharisan menyediakan tempat parkir luas.
JUumlah kunjungan terus naik. "Subaru", stasiun pangkalan kelima dan terbesar, dikunjungi sekitar 4 juta pengunjung pada musim panas ini, melonjak 50% dari tahun 2013.
Meskipun pembersihan dilakukan oleh petugas, dunia usaha, dan relawan, media sosial dipenuhi dengan postingan tentang kamar mandi yang kotor dan tumpukan sampah di sepanjang jalur pendakian.
Izumi khawatir Dewan Internasional untuk Monumen dan Situs (ICOMOS), yang memberi nasihat kepada Komite Warisan Dunia, akan datang kapan saja untuk meminta informasi terkini.
"Pendakian peluru", yaitu pendaki yang berusaha mencapai puncak tertinggi di Jepang untuk menyaksikan matahari terbit dan turun pada hari yang sama, juga semakin memusingkan, kata pihak berwenang.
Permintaan penyelamatan berjumlah 61 sepanjang tahun ini, naik 50% dari tahun lalu, dengan seperempat wisatawan non-Jepang, menurut polisi prefektur Shizuoka. Seorang pejabat mengatakan sebagian besar dari mereka tidak memiliki perlengkapan memadai, menderita hipotermia atau penyakit ketinggian. Polisi Yamanashi tidak memiliki data pembanding.
Seorang pengunjung lokal mengatakan pembatasan mungkin tidak bisa dihindari.
“Setiap orang Jepang pasti ingin mendaki Gunung Fuji setidaknya sekali dalam hidupnya,” kata Jun Shibazaki, 62 tahun, yang datang untuk melakukan tur. "Tetapi tempat ini sangat ramai. Akses masuk yang terbatas mungkin merupakan sesuatu yang harus kita jalani."
REUTERS
Pilihan Editor Junta Myanmar Terima Jet Tempur Su-30 dari Rusia