TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa menyuarakan keprihatinan, Jumat, 21 Juli 2023, bahwa puluhan ribu anak ditahan secara sewenang-wenang di timur laut Suriah berdasarkan dugaan hubungan mereka dengan ISIS dan melanggar hukum internasional.
Fionnuala Ni Aolain, Pelapor Khusus PBB, mengatakan sehari setelah kembali dari wilayah itu bahwa dia juga prihatin dengan "penculikan" ratusan anak laki-laki dari kamp.
Ribuan pengungsi internal dan keluarga tersangka anggota ISIS termasuk warga Suriah, Irak, dan warga negara lainnya ditempatkan di kamp-kamp tahanan di seluruh wilayah setelah melarikan diri dari daerah yang dikuasai jihadis selama konflik Suriah.
"Hal yang akan saya katakan yang paling mengkhawatirkan saya dan tim saya saat kami mengunjungi Suriah timur laut adalah penahanan massal anak-anak tanpa batas dan sewenang-wenang, terutama anak laki-laki di berbagai jenis fasilitas," katanya.
Penahanan mereka di kamp, penjara, dan pusat "didasarkan pada dugaan ancaman yang mereka miliki terhadap keamanan berdasarkan dugaan hubungan mereka atau orang tua mereka sebelumnya dengan Daesh," tambahnya, menggunakan sinonim untuk ISIS.
Ni Aolain berbicara sehari setelah kunjungan pertama pakar hak asasi manusia PBB ke kawasan itu.
Di antara tempat-tempat yang dia kunjungi adalah kamp al-Hol yang dikelola orang Kurdi, yang menampung sekitar 55.000 orang termasuk 31.000 anak-anak. Ini juga berisi warga negara pihak ketiga dari negara-negara Barat meskipun ada tekanan dari PBB untuk menerima mereka kembali.
Timur laut Suriah termasuk al-Hol berada di bawah kendali Pasukan Demokrat Suriah (SDF), sebuah kelompok yang didukung AS. Seorang pejabat dari otoritas berafiliasi SDF yang menjalankan wilayah tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Pejabat SDF secara teratur meminta negara asing untuk memulangkan keluarga militan ISIS di kamp.
Ni Aolain menggambarkan kondisi di al-Hol sebagai "mengerikan dan ekstrem", mengatakan suhunya mencapai 50 Celcius selama kunjungannya. Istilah "kemah" tidak tepat, katanya, karena orang tidak bebas datang dan pergi.
"Tampaknya tidak ada pemahaman bahwa benar-benar bertentangan dengan hukum internasional, menahan anak-anak dalam apa yang tampaknya merupakan siklus tanpa akhir dari penahanan dari buaian ke liang lahat," katanya.