TEMPO.CO, Jakarta - Kerusuhan di Prancis dipicu kematian seorang remaja bernama Nahel Merzouk, di tangan polisi. Protes keras berlangsung selama berhari-hari di seluruh negeri.
Nahel Merzouk, 17 tahun, merupakan anak keturunan Aljazair dan Maroko. Ia ditembak oleh seorang petugas polisi saat sedang mengemudi mobil pada hari Selasa pekan lalu di Nanterre, di pinggiran Paris.
Korban masih tinggal bersama ibunya Mounia, di lingkungan Vieux-Pont di Nanterre, sekitar 15 km dari pusat kota Paris, menurut surat kabar Prancis Le Parisien. Pada 2021, dia mendaftar pada kursus kelistrikan di lycee Louis Bleriot di dekat Suresnes.
Remaja itu juga anggota klub rugby Pirates of Nanterre dan menjadi bagian dari program integrasi untuk remaja yang memiliki masalah di sekolah. Program ini dijalankan oleh sebuah asosiasi bernama Ovale Citoyen.
Presiden Ovale Citoyen Jeff Puech dikutip oleh France24 mengatakan remaja itu "ingin berhasil" dan putus sekolah. Namun ia bukan bandit.
Ia juga tergabung di klub rugby. Dalam unggahan di Facebook, klub Rugby memberikan penghormatan kepada Nahel Merzouk dalam unggahan di Facebook awal pekan ini. Klub Rugby menulis, "The Pirates of Nanterre adalah sebuah keluarga dan kami berduka atas saudara kami. Beristirahatlah dalam damai Nahel".
Ibu Nahel Merzouk, yang diidentifikasi sebagai Mounia M, mengatakan kepada televisi France 5 awal pekan ini bahwa dia marah pada petugas. "Dia melihat seorang anak kecil berpenampilan Arab, dia ingin mengambil nyawanya," kata Mounia.
"Seorang petugas polisi tidak boleh menembaki anak-anak kita, mengambil nyawa anak-anak kita," ujar Mounia.
Nahel Merzouk adalah penggemar rapper Marseille Jul. Ia muncul di salah satu video musik untuk lagu bernama Ragnar, yang diposting di YouTube pada bulan Mei. Nahel terlihat sebentar di samping rapper bingkai video.
Penembakan remaja tersebut, yang terekam dalam video, memicu kembali keluhan dari komunitas perkotaan yang miskin dari ras campuran, tentang kekerasan dan rasisme polisi. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah membantah adanya rasisme sistemik di lembaga penegak hukum di negara tersebut.
Seorang penumpang yang merilis video di media sosial mengatakan ingin menegakkan kebenaran, karena banyak kebohongan di media sosial. Saat pemakaman Nahel berlangsung pada hari Sabtu, beberapa ratus orang berbaris untuk memasuki masjid agung Nanterre. Masjid itu dijaga oleh para sukarelawan dengan rompi kuning, sementara beberapa lusin orang menonton dari seberang jalan.
Petugas yang menembak Nahel Merzouk telah menjalani penyelidikan formal atas kasus pembunuhan itu. Mereka ditahan di penjara. Di bawah sistem hukum Prancis, pelaku ditempatkan di bawah penyelidikan formal yang sama dengan yang dituntut di Inggris.
FRANCE 24
Pilihan Editor: Komandan Ukraina Keluhkan Tank Bantuan Prancis: Bajanya Terlalu Tipis!