TEMPO.CO, Jakarta -Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut pembatasan bantuan kemanusiaan oleh junta Myanmar semakin meningkat.
PBB, dalam laporannya menilai, hal ini berpotensi menjadi kejahatan perang seperti perlakuan merendahkan, menyebabkan kelaparan, dan hukuman kolektif.
Laporan kepala hak asasi manusia PBB, Jumat, 30, Juni 2023, mengatakan militer telah membentuk "sistem kontrol menyeluruh" sejak kudeta Februari 2021. Langkah mendesak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan hak fundamental rakyat.
Menurut PBB, tentara telah menargetkan fasilitas medis, membakar toko makanan, menghancurkan sumur air. Bahkan Tatmadaw membunuh satu kelompok yang terdiri dari tiga orang terlantar karena mencoba kembali ke desa mereka dan menanam makanan..
Setidaknya 40 pekerja bantuan tewas di negara itu sejak kudeta, beberapa di antaranya sengaja dijadikan sasaran, kata keterangan PBB.
Junta Myanmar belum menanggapi kabar ini. Militer membantah menargetkan warga sipil dan mengatakan operasinya melawan "teroris" yang berusaha membuat negara tidak stabil.
Secara keseluruhan, laporan PBB mengatakan setidaknya 3.452 orang tewas di tangan militer dan afiliasinya. Sedangkan, mengutip "sumber yang dapat dipercaya”, hingga April 2023, PBB mencatat 21.807 orang telah ditangkap sejak militer mengambil alih.
"Pemberi bantuan secara konsisten dihadapkan pada risiko penangkapan, pelecehan atau perlakuan buruk lainnya, atau bahkan kematian," kata juru bicara hak asasi manusia Ravina Shamdasani dalam jumpa pers.
Sekitar 17 juta orang di negara itu atau sekitar sepertiga dari populasi membutuhkan bantuan, kata PBB.
Kantor kemanusiaan PBB mengatakan badan-badan tersebut masih kekurangan persetujuan untuk secara langsung memberikan bantuan kepada mereka yang terkena dampak Topan Mocha yang melanda beberapa bagian negara itu pada Mei.
"Mereka (pemimpin militer) mencoba untuk menjual iklim ketakutan untuk menghalangi sebagian besar warga sipil memberikan segala bentuk dukungan baik kepada kelompok bersenjata, atau pada dasarnya menakut-nakuti mereka untuk mendukung atau setidaknya menerima militer sebagai penguasa negara," kata James Rodehaver, ketua tim Myanmar, dalam pengarahan yang sama.
Pilihan Editor: Pakar PBB Desak ASEAN Tinjau Konsensus Myanmar setelah Dialog Thailand
REUTERS