TEMPO.CO, Jakarta - Upaya Thailand membujuk negara-negara tetangganya di ASEAN agar mau kembali berdialog dengan para jenderal penguasa di Myanmar, memicu polemik. Hal ini dikhawatirkan dapat merusak pendekatan resmi yang dilakukan ASEAN karena Tatmadaw masih dikucilkan.
Myanmar saat ini terperosok dalam kekerasan dan ketidakstabilan yang berasal dari kudeta militer 2021 dan penindasan mematikan terhadap protes yang dilakukan para pro-demokrasi. Ratusan orang tewas dan ribuan orang ditangkapi. Terjadi penahanan sewenang-wenang di Myanmar, penghilangan paksa, dan penyiksaan yang meluas.
Gerakan perlawanan bersekutu dengan pemerintah bayangan (NUG) dan beberapa tentara etnis minoritas telah mengintensifkan serangan gerilya terhadap militer. Manuver oposisi ditanggapi dengan artileri dan serangan udara. Ahli di PBB menyebut rezim militer Mynamar telah melakukan kekejaman terhadap warga sipil.
PBB mengatakan lebih dari satu juta orang telah mengungsi. Sedangkan Junta mengatakan sedang memerangi "teroris".
ASEAN yang beranggotakan 10 negara itu menyetujui rencana perdamaian dengan junta Myanmar dua tahun lalu. Tetapi konsensus lima poin itu dianggap tidak memberikan terobosan signifikan.
Blok tersebut telah melarang para jenderal Myanmar menghadiri pertemuan internasional yang diselenggarakan ASEAN hingga mereka menunjukkan komitmen untuk mengimplementasikan perjanjian tersebut. Konsensus lima poin mencakup penghentian permusuhan, memungkinkan dialog inklusif, dan memberikan akses penuh ke bantuan kemanusiaan.
Kesabaran ASEAN sekarang ini mulai menipis. Walau ASEAN memegang prinsip non-intervensi, Indonesia, Singapura, dan Malaysia telah mengambil tindakan tegas ke junta lewat serangkaian teguran yang tak biasa.
Dalam sebuah surat yang dilihat Reuters, Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai mengundang rekan-rekan ASEAN, termasuk Myanmar, untuk "dialog informal". Bangkok meyakini ini akan menjadi bagian dari langkah awal dari untuk kembali menghidupkan proses perdamaian.
Don mencatat satu negara pada KTT ASEAN bulan lalu mengusulkan blok itu "sepenuhnya melibatkan kembali" junta dan bahwa "tidak ada suara perbedaan pendapat yang eksplisit". Namun, keterlibatan kembali semacam itu akan bertentangan dengan keputusan para pemimpin ASEAN pada pertemuan puncak yang sama untuk terus mengesampingkan junta.
Apa Motif Terselubung Bangkok
Kritikus melihat langkah pemerintah sementara Thailand sebagai tindakan melegitimasi junta. Ini dianggap melampaui kewenangannya dan merusak upaya Indonesia sebagai ketua ASEAN, yang menyebutkan ada kemajuan dalam mengadakan lusinan komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam konflik tersebut.
Belum ada konfirmasi soal siapa yang menghadiri pertemuan pada Senin, 19 Juni 2023. Tetapi, Menteri Luar Negeri Singapura, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Kamboja, dan Filipina telah menolak undangan tersebut karena berbagai alasan.
Sebuah sumber yang mengetahui pertemuan tersebut, seperti dikutip Reuters mengatakan Laos adalah satu-satunya negara yang mengirim diplomat utamanya selain dari Myanmar dan tuan rumah Thailand. Sementara yang lain, mengirim pejabat level junior.
Menteri Luar Negeri Singapura pada pekan lalu mengatakan keterlibatan kembali (dialog dengan Myanmar) masih terlalu dini. Sedangkan Malaysia mengatakan penting bagi ASEAN untuk menunjukkan persatuan di balik upaya perdamaian Indonesia.
Kementerian Luar Negeri RI menilai semua pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan krisis Myanmar harus sesuai dengan konsensus lima poin dan hasil pertemuan puncak. Jakarta, yang tak mengirim utusan ke Thailand, menegaskan keterlibatan dengan satu pihak bukan pendekatan ASEAN.
“Perbedaan pandangan biasa, tapi ada kesepakatan – aturan main yang harus diikuti,” kata Kepala Urusan Harian Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar I Gede Ngurah Swajaya menegaskan saat pengarahan media di Jakarta Pusat pada Senin, 19 Juni 2023.
Thailand memiliki hubungan yang rumit dengan negara tetangga Myanmar. Secara historis, kedua negara merupakan musuh. Saat ini hubungan erat antar tentara dan beberapa investasi Thailand yang menguntungkan di Myanmar menjadi sumber perdagangan perbatasan, tenaga kerja migran, serta gas alam.
Sejauh ini belum segera jelas mengapa pemerintah sementara Thailand membela para jenderal Myanmar. Padahal waktu di kursi kekuasaan hanya tinggal menyisakan beberapa pekan.
“Pemerintahan Thailand sekarang itu kan lame duck. Menteri luar negeri mereka sudah habis argonya kan. Barangkali ini bagian politik domestik juga, supaya mereka bertahan karena ada peran mendamaikan Myanmar,” kata Dewi Fortuna Anwar, peneliti senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, kepada Tempo, Minggu, 18 Juni 2023.
Partai progresif Move Forward dari Thailand memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan Mei 2023. Mereka telah memberi isyarat jika ia dapat membentuk pemerintahan. Mereka bermaksud untuk mengikuti kebijakan yang berbeda di Myanmar dari koalisi pro-militer saat ini yang kalah telak di tempat pemungutan suara.
Menteri Luar Negeri Don membela inisiatifnya. Menurutnya, Thailand menderita dalam hal masalah perbatasan, perdagangan dan pengungsi. Komentarnya digaungkan oleh Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha – mantan pemimpin kudeta dan kepala junta, yang bersikeras Thailand tidak memihak militer Myanmar.
DANIEL A. FAJRI - REUTERS
Pilihan Editor:Unjuk Rasa di Serbia Menuntut Presiden Aleksandar Vucic Mundur
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.