TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan kata ‘Allah’ kembali dipersoalkan di Malaysia. Perdebatan ini muncul pada 15 Mei ketika keputusan pemerintah Malaysia untuk menarik banding terhadap keputusan yang memperbolehkan umat Kristen menggunakan kata "Allah" dalam publikasi telah memicu kontroversi yang berlangsung selama beberapa dekade.
Pada bulan September 2021, dewan agama Islam Johor mencabut permohonan serupa.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Saifuddin Nasution Ismail, mengumumkan bahwa kementerian akan meninjau kembali perintah administratif yang dikeluarkan pada tahun 1986 mengenai penggunaan kata-kata "Allah", "Baitullah", "Solat", dan "Kaabah" oleh non-Muslim.
Ia menambahkan bahwa keputusan pemerintah untuk tidak melanjutkan banding ini didasarkan pada kasus per kasus dan tidak ada prasangka.
Raja Malaysia khawatir sengketa penggunaan kata ‘Allah’
Pada Senin, 5 Juni 2023, Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah mengungkapkan kekhawatirannya terkait penggunaan kata "Allah" oleh kelompok non-Muslim. Ia prihatin bahwa isu ini dapat menimbulkan kontroversi dan dampak negatif terhadap persatuan dan harmoni negara jika tidak segera diselesaikan.
Pernyataan ini disampaikan dalam acara penganugerahan penghargaan dan kehormatan federal yang berlangsung bersamaan dengan peringatan resmi hari ulang tahunnya di Istana Negara, Kuala Lumpur.
Dilansir Bernama, Raja menyatakan bahwa kontroversi seputar penggunaan kata "Allah" bukanlah perdebatan tentang terminologi dan linguistik, melainkan berkaitan dengan keyakinan agama umat Islam. Beliau menambahkan bahwa kebingungan semacam itu hanya akan membawa bencana.
"Saya sebagai kepala negara harus menyeimbangkan situasi saat ini dan pada saat yang sama memastikan penggunaan kata 'Allah' ditempatkan dengan benar, dengan mempertimbangkan keamanan nasional, kemaslahatan umat, serta peran saya dan penguasa Melayu lainnya sebagai pemimpin Islam," ujar Raja.