TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menyayangkan penolakan Menlu China untuk bertemu dengannya di forum keamanan Singapura, karena mereka perlu berkomunikasi untuk menghentikan pertemuan berbahaya antara pesawat militer kedua negara.
Pada Selasa, 30 Mei 2023, AS mengatakan jet tempur China melakukan manuver "agresif yang tidak perlu" di dekat pesawat AS di atas Laut China Selatan.
"Saya pikir itu sangat disayangkan," kata Austin dalam konferensi pers di Tokyo, Kamis, 1 Juni 2023, mengacu pada keputusan Menteri Pertahanan Nasional China Li Shangfu untuk tidak bertemu dengannya pada konferensi yang akan mereka berdua hadiri di Singapura akhir pekan ini.
"Saya akan menyambut setiap kesempatan untuk terlibat dengan Li. Saya pikir departemen pertahanan harus berbicara satu sama lain secara rutin atau harus membuka saluran komunikasi."
Austin berhenti di Tokyo dalam perjalanannya ke KTT keamanan tahunan Asia Dialog Shangri-La, yang dimulai di Singapura pada hari Jumat, 2 Juni 2023.
Austin, berbicara setelah pertemuan dengan Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada, mengatakan dia khawatir bahwa pada titik tertentu insiden seperti hari Selasa antara pesawat AS dan China "dapat dengan cepat lepas kendali".
"Pencegatan provokatif pesawat kami dan pesawat sekutu sangat memprihatinkan dan kami berharap mereka akan mengubah tindakan mereka," katanya.
Li diperkirakan akan bertemu Hamada di konferensi Singapura.
Jepang dan China pada bulan Maret membentuk "hotline" untuk meningkatkan komunikasi dan meredakan gesekan militer.
Li telah berada di bawah sanksi AS sejak 2018 atas pembelian pesawat dan peralatan tempur dari eksportir senjata utama Rusia, Rosoboronexport.
Pada pertemuan mereka di Tokyo, Austin dan Hamada mengatakan mereka telah membahas peluncuran roket Korea Utara pada hari Rabu, ketegangan dengan China dan serangan Rusia di Ukraina.
“Program nuklir dan rudal Korea Utara yang berbahaya dan mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan itu,” kata Austin.
Peluncuran, yang menurut Korea Utara merupakan upaya untuk menempatkan satelit militer ke orbit, memicu peringatan darurat di beberapa bagian Jepang dan Korea Selatan, dengan penduduk didesak untuk berlindung.
"Kami sangat prihatin dengan sifat koersif RRT dan upayanya untuk melemahkan tatanan berbasis aturan. Sementara itu, Rusia terus mengobarkan perang tanpa alasan melawan Ukraina," kata Austin.
Hamada mengatakan keduanya telah mengkonfirmasi niat mereka untuk memperdalam kerja sama keamanan, termasuk antara industri militer dan untuk bekerja lebih dekat dengan Korea Selatan, Australia, negara-negara lain dalam menangani Korea Utara dan ancaman lainnya.
"Berdasarkan lingkungan keamanan yang kompleks, kami menegaskan pentingnya kerja sama tidak hanya antara Jepang dan Amerika Serikat, tetapi juga dengan negara-negara Republik Korea, Australia, dan ASEAN," kata Hamada dalam konferensi pers.
REUTERS
Pilihan Editor Relawan Rusia Pro-Ukraina Seberangi Perbatasan, Moskow Klaim Tewaskan 30 Tentara Lawan