Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ratusan Ribu Warga Rohingya Korban Siklon Mocha Tak Dapat Bantuan, Ini Sebabnya

Reporter

Editor

Yudono Yanuar

image-gnews
Kerusakan yang disebabkan oleh Topan Mocha di Sittwe, Myanmar dalam gambar handout ini dirilis 17 Mei 2023. Bantuan dan Pengembangan Mitra/Handout via REUTERS/File Foto
Kerusakan yang disebabkan oleh Topan Mocha di Sittwe, Myanmar dalam gambar handout ini dirilis 17 Mei 2023. Bantuan dan Pengembangan Mitra/Handout via REUTERS/File Foto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Warga Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar barat, tak mendapat bantuan kemanusiaan termasuk tempat yang aman setelah badai Siklon Mocha menerjang daerah itu. Penyebabnya, kewarganegaraan mereka dicabut pada 1982.

Aktivis HAM dan pendiri Koalisi Pembebasan Rohingya, Nay San Lwin, mengatakan kepada Anadolu bahwa sekitar 130 ribu pengungsi terdampak bencana Myanmar yang terjadi 23 Mei 2023. Sejumlah warga etnis Rohingya juga hilang akibat bencana tersebut.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut Rohingya "minoritas paling teraniaya di dunia" setelah badai itu merenggut 400 orang tewas dan menciptakan kerusakan besar.

"Tanpa kewarganegaraan Myanmar, mereka mirip pasien yang lumpuh. Warga Rohingya di Myanmar tidak akan pernah mendapatkan kesempatan sama dengan suku-suku lain di Myanmar karena tidak memiliki kewarganegaraan," kata Lwin.

Lwin menambahkan militer berusaha menyingkirkan warga Rohingya Myanmar sampai lebih dari satu juta etnis Rohingya mengungsi di Bangladesh.

"Junta tidak berniat mengembalikan baik kewarganegaraan Rohingya maupun melindungi hak mendasar manusia," kata Lwin.

Menurut dia, warga Rohingya  menunggu bantuan kemanusiaan, tapi tak tahu pasti kapan bantuan sampai kepada mereka.

Sembari menuding junta sengaja membiarkan korban jiwa saat terjadi bencana itu, dia menegaskan andaikan junta membolehkan evakuasi warga Rohingya sehari sebelum badai, maka jumlah korban tewas tak sebanyak itu.

Junta Myanmar baru memerintahkan warga Rohinya meninggalkan kamp  mereka beberapa jam sebelum badai itu menerjang dan itu pun tanpa menyediakan alat transportasi atau tempat yang aman, kata dia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Sembilan puluh persen kamp pengungsi hancur. Ratusan warga Rohingya tewas, dan banyak yang hilang. Tantangannya besar sekali. Mereka sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, namun junta tidak memberikan akses kepada organisasi internasional untuk mencapai wilayah-wilayah terdampak," kata Lwin.

Dia menegaskan semua warga Rohingya yang tinggal di ibukota Rakhine, Sittwe, terdampak badai. Mereka sudah terkurung di kamp sejak 2012.

"Kamp-kamp itu mirip kamp konsentrasi. Warga Rohingya tidak diizinkan keluar dari kamp," kata dia.  Padahal, mereka sudah mendiami kamp-kamp tersebut selama 11 tahun.

"Junta tak mau menunjukkan simpati. Rohingya tak akan diizinkan kembali ke tempat asal mereka yang dipaksa ditinggalkan pada 2012," kata dia.

Lwin mendesak masyarakat internasional untuk bertindak.

Pada 2017, ratusan ribu warga Rohingya meninggalkan Myanmar menghindari tindakan brutal militer Myanmar terhadap minoritas Muslim di bagian utara negara itu. Sudah 1,2 juta warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh untuk mendiami kamp pengungsi terbesar di dunia di Cox Bazaar.

ANADOLU 

Pilihan EditoElon Musk Bertemu Wakil PM China, Lalu Kembali ke AS dengan Jet Pribadi

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Manipur Bergolak lagi, Pemerintah India Berlakukan Jam Malam

2 hari lalu

Petugas polisi antihuru-hara menembakkan peluru asap untuk membubarkan demonstran yang memprotes penangkapan lima orang, yang menurut polisi membawa senjata sambil mengenakan seragam kamuflase, di Imphal, Manipur, India, 18 September 2023. REUTERS/Stringer
Manipur Bergolak lagi, Pemerintah India Berlakukan Jam Malam

Manipur bergolak lagi ketika dua jasad mahasiswa komunitas Meitei yang diduga diculik ditemukan pekan ini.


Menlu Retno Bahas Isu Myanmar dengan Palang Merah Internasional, 5PC Masih Menjadi Rujukan

8 hari lalu

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat menghadiri Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum (GCTF) ke-13 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat pada Rabu (20/9/2023). (ANTARA/HO-Kemlu RI)
Menlu Retno Bahas Isu Myanmar dengan Palang Merah Internasional, 5PC Masih Menjadi Rujukan

Menlu Retno membahas isu Myanmar dengan Presiden ICRC di sela-sela rangkaian Sidang Umum PBB.


AS Bantu Rohingya Rp1,78 T, Menlu Retno Usulkan 2 Cara Atasi Masalah Mereka

9 hari lalu

Orang-orang melarikan diri dengan barang-barang mereka saat kebakaran di kamp pengungsi Cox's Bazar berlanjut, Bangladesh 5 Maret 2023 dalam gambar diam yang diperoleh REUTERS dari sebuah video.  Mohammed salim Khan/melalui REUTERS
AS Bantu Rohingya Rp1,78 T, Menlu Retno Usulkan 2 Cara Atasi Masalah Mereka

Amerika Serikat akan memberikan tambahan bantuan kemanusiaan senilai 116 juta dolar AS atau Rp1,78 triliun untuk warga Rohingya


Sidang Majelis Umum PBB, Menlu Retno Bahas Myanmar hingga Pencalonan Indonesia di Dewan HAM

11 hari lalu

Menlu Retno Marsudi bersiap memimpin jalannya Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (PMC) bersama China di Jakarta, Kamis 13 Juli 2023. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sidang Majelis Umum PBB, Menlu Retno Bahas Myanmar hingga Pencalonan Indonesia di Dewan HAM

Menlu Retno melakukan beberapa pertemuan bilateral di Sidang Majelis Umum PBB, membahas berbagai isu dari bantuan Myanmar hingga pencalonan Indonesia di Dewan HAM.


India Menjadi Bharat, Berikut 5 Negara Ini Pernah Ganti Nama

15 hari lalu

Modi menggunakan 'Bharat' untuk papan nama G20, bukan India, di tengah baris perubahan namaLayar raksasa menampilkan Perdana Menteri India Narendra Modi di Pusat Media Internasional, saat ia duduk di belakang tanda negara bertuliskan
India Menjadi Bharat, Berikut 5 Negara Ini Pernah Ganti Nama

Selain India ada beberapa negara lain yang juga mengganti nama negara dengan berbagai alasan


India Ganti Nama, Ini 10 Negara yang juga Pernah Ganti Nama

15 hari lalu

Modi menggunakan 'Bharat' untuk papan nama G20, bukan India, di tengah baris perubahan namaLayar raksasa menampilkan Perdana Menteri India Narendra Modi di Pusat Media Internasional, saat ia duduk di belakang tanda negara bertuliskan
India Ganti Nama, Ini 10 Negara yang juga Pernah Ganti Nama

India ganti nama menjadi Bharat. Ingin menghapus jejak penjajahan Inggris


Desa Purba di Myanmar Ini Menyimpan Ratusan Stupa dan Pagoda dari Abad ke-13

17 hari lalu

Desa Nyaung Ohak Myanmar (Tangkapan layar Yotube)
Desa Purba di Myanmar Ini Menyimpan Ratusan Stupa dan Pagoda dari Abad ke-13

Nyaung Ohak, nama desa di Myanmar, juga dikenal sebagai Desa Purba karena memiliki banyak stupa dan pagoda bersejarah.


Putra Aung San Suu Kyi Cemas Ibunya Tak Boleh Berobat

18 hari lalu

Kim Aris, putra Aung San Suu Kyi. REUTERS/Alishia Abodunde
Putra Aung San Suu Kyi Cemas Ibunya Tak Boleh Berobat

Kim Aris, putra Aung San Suu Kyi, tidak pernah bisa berkomunikasi dengan sang ibu sejak peraih nobel itu ditahan.


Kabareskrim Sebut Cara Kerja Sindikat Kasus Narkoba Kelas Kakap Fredy Pratama Sangat Rapi

18 hari lalu

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada saat memberi keterangan soal pengungkapan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Polda Metro Jaya, Kamis, 20 Juli 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
Kabareskrim Sebut Cara Kerja Sindikat Kasus Narkoba Kelas Kakap Fredy Pratama Sangat Rapi

Kabareskrim Polri, Wahyu Widada, menyampaikan total penyitaan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini sebanyak 10.2 ton sabu.


Utusan Myanmar untuk PBB Serukan Tekanan Lebih Besar terhadap Junta

20 hari lalu

Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun. UN TV/REUTERS
Utusan Myanmar untuk PBB Serukan Tekanan Lebih Besar terhadap Junta

Ketua delegasi Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun menyerukan tekanan lebih besar guna menghentikan "kekejaman militer" yang dilakukan junta