TEMPO.CO, Jakarta - Vatikan pada Senin, 29 Mei 2023, mendesak para uskup dan pemimpin Katolik terkemuka untuk mengurangi komentar mereka di media sosial, sebab beberapa kegiatan di ruang digital itu berpotensi menyulut perpecahan dan polemik yang merugikan seluruh Gereja.
Seruan itu merupakan bagian dari dokumen setebal 20 halaman yang diterbitkan departemen komunikasi Vatikan berjudul, "Menuju Kehadiran Penuh. Refleksi Pastoral tentang Keterlibatan dengan Media Sosial."
Dokumen tersebut ditujukan kepada semua umat Katolik. Secara luas itu memperingatkan bahaya berita palsu atau hoaks di media sosial dan bentuk penyalahgunaan lainnya yang telah mengubah orang menjadi komoditas yang datanya dijual – seringkali tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka.
Vatikan mengutuk polarisasi dan ekstremisme yang telah menyebabkan "kesukuan digital" di media sosial. Menurutnya individu sering mengunci diri dalam silo opini yang menghambat dialog dan sering menyebabkan kekerasan, penyalahgunaan dan informasi yang salah.
“Gaya Kristiani harus reflektif, bukan reaktif, di media sosial. Oleh karena itu, kita semua harus berhati-hati agar tidak jatuh ke dalam perangkap digital yang tersembunyi dalam konten yang sengaja dirancang untuk menabur konflik di antara pengguna dengan menimbulkan kemurkaan atau reaksi emosional,” ujar dokumen itu.
“Masalah polemik dan dangkal, dan dengan demikian memecah belah, komunikasi sangat mengkhawatirkan ketika datang dari kepemimpinan Gereja: uskup, pastor, dan pemimpin awam terkemuka,” katanya menambahkan.
Sejumlah uskup Katolik konservatif dan komentator terkenal, khususnya di Amerika Serikat, telah mengkritik Paus Francis di Twitter. Beberapa di antara mereka mendukung serangan video sayap kanan yang sengit terhadap Paus.
"Sayangnya, hubungan yang rusak, konflik, dan perpecahan tidak asing bagi Gereja. Misalnya, ketika kelompok yang menampilkan diri mereka sebagai 'Katolik' menggunakan kehadiran media sosial mereka untuk mendorong perpecahan, mereka tidak berperilaku seperti seharusnya komunitas Kristen," kata kata dokumen.
Perhatian khusus disebut harus diberikan pada kemajuan kecerdasan buatan (AI) di tahun-tahun mendatang, mendesak umat Katolik untuk berhati-hati dengan mesin "yang membuat keputusan untuk kita".
Pada 2020, Vatikan bergabung dengan raksasa teknologi Microsoft dan IBM untuk mempromosikan pengembangan etis kecerdasan buatan dan menyerukan regulasi teknologi yang mengganggu seperti pengenalan wajah.
REUTERS
PILIHAN EDITOR Ukraina: Hanya Ada Satu Syarat Negosiasi Damai, Rusia Tarik Seluruh Pasukan