TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Turki memberikan suara dalam pemilihan presiden putaran kedua pada hari ini, Minggu, 28 Mei 2023. Pemilu Turki bisa membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan diperkirakan kembali memimpin hingga dekade ketiga.
Pemungutan suara dimulai pada pukul 8 pagi dan akan selesai pada pukul 5 sore. Hasil sementara diperkirakan bakal diketahui pada sore hari.
Berdasarkan survei yang diawasi ketat oleh lembaga jajak pendapat Konda untuk putaran kedua, Erdogan diperkirakan mengantongi 52,7 persen suara dan pesaingnya, Kemal Kilicdaroglu sebesar 47,3 persen. Survei dilakukan pada 20-21 Mei, sebelum calon presiden di urutan ketiga dan keempat mengumumkan dukungan mereka.
Erdogan dan Kemal Kilicdaroglu juga memperebutkan suara dari suku Kurdi dengan jumlah sekitar seperlima dari populasi pemilih. Partai Partai Rakyat Demokratik (HDP) yang pro-Kurdi mendukung Kilicdaroglu di putaran pertama, tetapi, setelah dia mengambil hak untuk memenangkan suara nasionalis. Partai itu tidak secara eksplisit menyebutkan nama calon presiden yang dipilih namun mendesak agar menolak rezim satu orang yaitu Erdogan.
Selama masa kampanye, Erdogan meminta orang-orang Turki yang saleh yang pernah merasa dicabut haknya di masa pemerintahan Turki sekuler agar memilih dia. "Turki memiliki tradisi demokrasi yang sudah lama dan tradisi nasionalis yang sudah lama ada, dan saat ini jelas nasionalislah yang menang. Erdogan telah memadukan kebanggaan agama dan nasional, menawarkan anti-elitisme yang agresif kepada para pemilih," kata Nicholas Danforth, sejarawan Turki di lembaga think tank ELIAMEP.
"Orang-orang tahu siapa dia (Erdogan) dan apa visinya untuk negara, dan tampaknya banyak dari mereka yang setuju," ujar Danforth.
Erdogan telah mengambil kendali ketat atas sebagian besar institusi Turki dan mengesampingkan kaum liberal dan kritikus. Human Rights Watch, dalam Laporan Dunia 2022, mengatakan penegakan hak asasi manusia selama pemerintahan Erdogan mengalami kemunduran. Jika Erdogan kalah dalam pemilu kali ini, orang Turki mempertimbangkan hal lain seperti kemakmuran, kesetaraan, dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang makin menurun, dengan inflasi yang mencapai 85 persen pada Oktober 2022.
Kilicdaroglu, seorang mantan pegawai negeri, telah berjanji untuk membatalkan banyak perubahan besar Erdogan pada kebijakan domestik, luar negeri dan ekonomi Turki. Dia juga akan kembali ke sistem pemerintahan parlementer, dari sistem presidensial eksekutif yang disahkan dalam referendum pada 2017.
Kilicdaroglu, yang didukung oleh aliansi oposisi enam partai, mengatakan setiap orang yang mencintai Turki harus memilih. "Jika Anda benar-benar menginginkannya, kita semua akan keluar dari lubang gelap ini bersama-sama," tulisnya dalam sebuah Tweet. "Saya menyerukan kepada semua orang kami terlepas dari pandangan atau gaya hidup mereka. Ini adalah jalan keluar terakhir. Setiap orang yang mencintai negaranya harus pergi ke kotak suara!"
Begitu pula dengan Erdogan. Sebelum pemilu Turki putaran kedua digelar hari ini, dia meminta rakyat memilih. "Apakah kita akan mencalonkan diri besok? Apakah kita akan memberikan suara kita sejak dini hari? Kita tidak akan melewatkan siapa pun yang memilih di putaran pertama," katanya, saat kerumunan meneriakkan "ya" dengan penuh semangat.
"Kami akan mendorong orang-orang yang tidak bisa pergi (ke kotak suara di putaran pertama). Apakah kami akan menyelesaikan pekerjaan yang belum kami selesaikan pada 14 Mei," ujarnya.
Pada Pemilu Turki putaran pertama, Erdogan memenangkan 49,5 persen suara dan 44,9 persen untuk Kilicdaroglu. Erdogan mendapat dukungan dari Sinan Ogan, seorang politisi nasionalis yang berada di urutan ketiga dengan 5,2 persen suara.
REUTERS
Pilihan Editor: Perahu Pembawa 500 Migran Hilang di Laut Mediterania