TEMPO.CO, Jakarta - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memperingatkan bahwa Cina mampu meluncurkan serangan siber terhadap infrastruktur penting, termasuk jaringan pipa minyak dan gas, hingga sistem kereta api. Peringatan ini disampaikan setelah para peneliti menemukan kelompok peretasan Cina telah memata-matai jaringan tersebut.
"Komunitas intelijen Amerika Serikat menilai Cina hampir pasti mampu meluncurkan serangan siber yang dapat mengganggu layanan infrastruktur penting di Amerika Serikat, termasuk terhadap jaringan pipa minyak dan gas serta sistem kereta api," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller dalam konferensi pers di Washington D.C., Kamis, 25 Mei 2023.
"Sangat penting bagi pemerintah dan pembela jaringan di masyarakat untuk tetap waspada,” ujarnya menambahkan.
Badan-badan intelijen di Amerika Serikat, Inggris dan sekutu dekat mereka mengeluarkan peringatan Rabu, 24 Mei 2023, tentang Volt Typhoon. Ini semacam kampanye spionase dunia maya Cina yang ditujukan pada sasaran militer dan pemerintah di Amerika Serikat.
Microsoft mengatakan grup tersebut telah menargetkan organisasi infrastruktur penting di wilayah Pasifik AS di Guam, dan menggunakan perangkat FortiGuard milik perusahaan keamanan Fortinet untuk membobol jaringan target.
Analis Microsoft yang mengidentifikasi kampanye tersebut. Microsoft mengatakan kampanye itu "dapat mengganggu infrastruktur komunikasi penting antara Amerika Serikat dan kawasan Asia selama krisis di masa depan" - mengacu pada meningkatnya ketegangan AS-Cina atas Taiwan dan masalah lainnya.
Direktur keamanan siber Badan Keamanan Nasional AS (NSA) Rob Joyce, mengatakan kepada Reuters, pihaknya memiliki setidaknya satu lokasi yang tidak kami ketahui sejak panduan berburu dirilis dengan data dan informasi. Agensi mengungkapkan detail teknis sebelumnya untuk membantu penyedia layanan penting mendeteksi mata-mata.
Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS (CISA) secara terpisah mengatakan sedang bekerja untuk memahami luasnya potensi gangguan dan dampak terkait. Lembaga itu bersedia "memberikan bantuan (kepada Pemerintah AS) jika diperlukan, dan lebih efektif memahami taktik yang dilakukan oleh musuh ini," kata asisten direktur eksekutif CISA, Eric Goldstein, kepada Reuters.