TEMPO.CO, Jakarta - Misi gabungan Indonesia dan Malaysia, dua negara penghasil minyak sawit terbesar dunia, akan mengunjungi Brussel, markas Uni Eropa pada 30 - 31 Mei 2023. Tim ini menyuarakan kekhawatiran atas regulasi deforestasi yang mereka yakini akan berpengaruh pada petani kecil.
Parlemen Eropa menyetujui undang-undang deforestasi penting bulan lalu untuk melarang impor kopi, daging sapi, kedelai, dan komoditas lain ke Uni Eropa. Regulasi itu dikecualikan apabila perusahaan dapat memberikan informasi yang "dapat diverifikasi" bahwa produk tersebut tidak ditanam di lahan yang digunduli setelah 2020. Mereka yang melanggar akan menghadapi denda yang besar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sebuah pernyataan pada Rabu, 24 Mei 2023 menyatakan, peraturan European Union Deforestation Regulation (EUDR) ini dapat mengecualikan peran penting petani kecil dalam rantai pasokan global – gagal untuk mengakui signifikansi dan hak mereka.
“Kami ingin menekankan bahwa EUDR membebani petani kecil, karena mereka harus mematuhi prosedur administratif sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan regulasi tersebut,” katanya.
Selain Airlangga, Joint Mission Indonesia dan Malaysia akan dihadiri Wakil Perdana Menteri/Menteri Perkebunan dan Komoditi Malaysia Fadillah Yusof. Saat pertemuan Dewan Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) di Kuala Lumpur pada Rabu, 17 Mei 2023, Yusof mengatakan misinya ke Brussel adalah untuk engage dengan Uni Eropa mengenai regulasi itu.
“Mereka (Uni Eropa) mengatakan bahwa petani kecil (usaha kecil dan petani) tidak terpengaruh, jadi kami membutuhkan pedoman yang jelas,” kata Yusof. Dia menambahkan ada masalah ketertelusuran pada mekanisme dan proses audit berjalan.
Menurut pernyataan tertulis, misi tersebut juga akan mengidentifikasi hingga membahas langkah-langkah yang dapat ditempuh, agar regulasi tidak membebani dan memberikan dampak negatif terutama kepada para pelaku petani kecil kelapa sawit dan komoditas lainnya.
Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 85 persen dari ekspor minyak sawit global. Uni Eropa adalah pasar terbesar ketiga mereka. Jakarta dan Kuala Lumpur menuduh Uni Eropa melakukan kebijakan diskriminatif yang menargetkan minyak kelapa sawit.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan kekhawatirannya mengenai regulasi deforestasi Uni Eropa ini saat menerima kunjungan timpalannya dari Slovenia dan Luksemburg – anggota lembaga regional itu, pekan ini. Malaysia sebelumnya bahkan mengancam akan menghentikan ekspornya ke Uni Eropa karena undang-undang deforestasi.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket berulang kali membantah ada diskriminasi terhadap impor minyak sawit. “Undang-undang ini berlaku untuk semua produk, baik di Eropa maupun luar negeri. Tidak ada pembedaan, tidak ada pilih kasih,” kata Vincent saat wawancara dengan Tempo, Februari lalu.
Peraturan tersebut disambut baik oleh para pencinta lingkungan sebagai langkah penting untuk melindungi hutan, sebab deforestasi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen emisi gas rumah kaca global.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Zelensky Desak Iran untuk Berhenti Memasok Drone Shahed ke Rusia