TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Luar Negeri Singapura menjelaskan soal dugaan aliran senjata ke junta Myanmar menyusul keterangan pelapor khusus PBB. Alih-alih, mengirim pasokan persenjataan ke Tatmadaw atau militer Myanmar, Singapura menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja untuk mencegah aliran senjata ke negara itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Singapura melalui keterangan pers pada Jumat, 19 Mei 2023, mengatakan, Singapura telah mengambil "posisi prinsip" terhadap penggunaan kekuatan mematikan oleh militer Myanmar terhadap warga sipil yang tidak bersenjata.
“Kami menghargai upaya pelapor khusus PBB dalam memberikan informasi guna membantu penyelidikan Singapura, apakah ada pelanggaran yang dilakukan berdasarkan hukum Singapura. Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan terhadap individu atau entitas yang melanggar hukum kami,” kata Kemlu Singapura.
“Sementara itu, Pemerintah Singapura tetap berkomitmen memberikan bantuan kemanusiaan untuk mendukung masyarakat Myanmar. Kami akan terus bekerja dengan sesama negara anggota ASEAN dan PBB untuk memfasilitasi perdamaian dan rekonsiliasi nasional di Myanmar,” tulis keterangan itu menambahkan.
Pelapor Khusus PBB Tom Andrews menerbitkan laporan pada Rabu, 17 Mei 2023, yang mengatakan bahwa junta telah mengimpor senjata dan bahan mentah setidaknya US$1 miliar untuk membuat senjata sejak melakukan kudeta pada Februari 2021.
Andrews mengatakan, sekitar US$254 juta pasokan dikirim dari lusinan entitas di Singapura ke militer Myanmar dari Februari 2021 hingga Desember 2022. Dia menambahkan bahwa bank-bank Singapura juga telah digunakan “secara luas” oleh para pedagang senjata.
Dia juga mengatakan, pada awal Maret tahun ini, ada temuan terperinci kepada pemerintah Singapura tentang pengiriman senjata dari entitas yang berbasis di Singapura ke Myanmar. Informasi tersebut mencakup nama lebih dari 45 entitas serta barang yang dikirim dan perkiraan nilai barang tersebut.
Pelapor Khusus PBB itu memutuskan untuk tidak mencantumkan nama entitas dalam laporannya, untuk memberikan waktu bagi pemerintah Singapura dan negara anggota PBB lainnya untuk mengambil tindakan terhadap mereka. Dalam laporannya, Andrews mencatat bahwa tidak ada indikasi pemerintah Singapura telah menyetujui atau terlibat dalam pengiriman senjata dan material ke militer Myanmar.
Namun dia mendesak pemerintah untuk meninjau perdagangan dengan Myanmar dan "bertindak tegas" pada entitas yang menggunakan Singapura sebagai pangkalan untuk mengirimkan senjata, suku cadang, peralatan manufaktur, dan bahan mentah ke junta.
“Jika pemerintah Singapura menghentikan semua pengiriman dan fasilitasi senjata dan material terkait ke militer Myanmar dari yurisdiksinya, dampak terhadap kemampuan junta untuk melakukan kejahatan perang akan terganggu secara signifikan,” tambahnya.
Kemlu Singapura menjelaskan, Singapura tidak mengesahkan pengiriman barang-barang penggunaan ganda yang telah dinilai memiliki potensi penerapan militer ke Myanmar. Singapura mencatat, ada risiko serius bahwa barang-barang tersebut dapat digunakan untuk menimbulkan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata.