TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) menilai Dewan Pemilihan Tinggi Turki (YSK) kurang transparan dalam menjalankan tugasnya selama pemilu di negara tersebut. Kerja-kerja media yang bias tentang kontestasi kemarin menjadi perhatian.
Delegasi OSCE mengatakan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan partai-partai yang berkuasa di negara itu diuntungkan dengan keadaan saat ini. Sementara itu, partai-partai oposisi menghadapi kondisi kampanye yang tidak setara dan ini dianggap tidak bisa dibenarkan.
Temuan tersebut dikeluarkan pada konferensi pers pada Senin, 15 Mei 2023, oleh misi pengamatan bersama dari Kantor OSCE untuk Lembaga Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (ODIHR), Majelis Parlemen OSCE (OSCE PA) dan Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE).
“Saya menyayangkan bahwa pekerjaan administrasi pemilu kurang dalam transparansi, serta bias yang luar biasa dari media publik dan keterbatasan kebebasan berbicara,” kata Duta Besar Jan Petersen, kepala misi pemantauan pemilu ODIHR, kepada pers saat konferensi di Ankara, seperti dilansir Reuters.
Petersen mengatakan pemilu Turki secara keseluruhan berjalan damai, meskipun ada sejumlah insiden. YSK telah bekerja dengan efisien. Delegasi memuji jumlah pemilih yang tinggi, menyatakan bahwa itu adalah indikator yang jelas dari "semangat demokrasi yang kuat".
“Proses penanganan pengaduan di semua tingkat penyelenggara pemilu kurang transparan dan keputusan Dewan Pemilihan Tertinggi yang dipublikasikan umumnya tidak cukup beralasan,” demikian laporan Misi Pemantau Pemilu Internasional.
Dewan pemilihan mengkonfirmasi putaran kedua 28 Mei antara Erdogan dan saingan oposisi Kemal Kilicdaroglu setelah tidak ada kandidat yang mendapatkan ambang batas 50 persen untuk menang dalam pemilihan presiden. Dengan 99 persen kotak suara dihitung, Erdogan memimpin dengan 49,4 persen suara atas 44,96 persen untuk Kilicdaroglu.
Dalam pemungutan suara parlemen, Aliansi Rakyat termasuk partai AKP Erdogan tampak memimpin mayoritas.
"Demokrasi Turki terbukti sangat tangguh. Pemilihan ini memiliki jumlah pemilih yang tinggi dan menawarkan pilihan nyata. Namun, Turki tidak memenuhi prinsip dasar untuk mengadakan pemilihan yang demokratis," kata Frank Schawabe, ketua delegasi PACE.
Scawabe meminta pemerintah Turki untuk memastikan kebebasan pers. Dia menambahkan bahwa liputan yang menguntungkan Erdogan dan partai yang berkuasa oleh penyiar negara Turki sama dengan penyensoran.
Misi tersebut, yang mengerahkan 401 pengamat dari 40 negara di seluruh negeri, mengatakan intimidasi yang meluas dihadapi oleh Partai Kiri Hijau (YSP) yang pro-Kurdi. Namun demikian laporan itu tidak menyebut siapa yang bertanggung jawab. Beberapa politisi oposisi dikenai pembatasan, tambahnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Delegasi tersebut meminta pihak berwenang untuk mengambil langkah konkret untuk menjamin jumlah pemilih yang lebih tinggi di kota-kota yang terkena dampak gempa besar yang melanda Turki tenggara pada bulan Februari.
Misi OSCE mengatakan akan memantau pemilihan presiden 28 Mei. Farah Karimi, kepala delegasi PA OSCE, menyatakan penolakan akreditasi kepada anggota parlemen Denmark Soren Sondergaard dan anggota parlemen Swedia Kadir Kasirga sebagai pemantau pemilu oleh otoritas Turki adalah "keputusan yang disesalkan."
REUTERS
Pilihan Editor: Ukraina Puji Pencapaian di Bakhmut, Zelensky Dapat Tambahan Senjata dari Eropa