TEMPO.CO, Jakarta - Turki menuju pemilihan presiden putaran kedua setelah Presiden Tayyip Erdogan mengungguli proyeksi dalam pemilihan Minggu 14 Mei 2023, di saat ia berusaha untuk memperpanjang pemerintahannya selama dua dekade, memegang keunggulan yang cukup besar atas saingannya tetapi gagal mencapai mayoritas langsung.
Baik Erdogan maupun pesaingnya Kemal Kilicdaroglu tidak mampu menyapu ambang 50% yang dibutuhkan untuk menghindari putaran kedua, yang akan diselenggarakan 28 Mei, dalam sebuah pemilu Turki yang dipandang sebagai penghakiman atas sikap Erdogan yang kian otoritas.
Pemungutan suara presiden tidak hanya akan memutuskan siapa yang memimpin Turki, negara anggota NATO berpenduduk 85 juta jiwa, tetapi juga apakah Turki akan kembali ke jalur demokrasi yang lebih sekuler; bagaimana ia akan menangani krisis biaya hidup yang parah dan mengelola hubungan kunci dengan Rusia, Timur Tengah dan Barat.
Kilicdaroglu, yang yakin menang di putaran kedua, mendesak para pendukungnya untuk bersabar dan menuduh partai Erdogan mengganggu penghitungan dan pelaporan hasil.
Tetapi kinerja Erdogan yang lebih baik dibandingkan jajak pendapat pra-pemilu telah diprediksi, dan ia tampil dalam suasana hati yang agresif ketika dia berbicara kepada para pendukungnya yang mengibarkan bendera dan bersorak-sorai.
"Kami sudah mengungguli saingan terdekat kami dengan 2,6 juta suara. Kami berharap angka ini meningkat dengan hasil resmi," kata Erdogan.
Dengan hampir 97% suara dihitung, Erdogan memimpin 49,39% suara dan Kilicdaroglu mendapatkan 44,92%, menurut kantor berita milik negara, Anadolu. Dewan Pemilihan Tinggi Turki memberi Erdogan 49,49% dengan 91,93% kotak suara dihitung.