TEMPO.CO, Jakarta - Mantan senator Filipina, Leila de Lima, yang banyak melancarkan kritik terhadap cara Presiden Rodrigo Duterte mengatasi peredaran narkoba, akhirnya dinyatakan tidak bersalah atas dakwaan menjadi antek mafia narkotika.
Ia menjalani penahanan selama 6 tahun dengan tuduhan yang disampaikan Duterte , Presiden Filipina 2016-2022, secara terbuka.
Pengadilan Filipina pada hari Jumat, 12 Mei 2023, akhirnya membebaskan politisi berusia 63 tahun itu dari tuduhan menerima suap dari pedagang narkoba. De Lima banyak mengkritik Duterte, yang dinilai dengan tangan besi menghabisi orang-orang yang diduga terlibat narkotika.
Pembebasan de Lima disambut para aktivis yang menyebut penahanannya sebagai upaya balas dendam untuk melecehkan dan membungkamnya.
De Lima menghadapi tiga dakwaan pidana, berasal dari tuduhan yang secara terbuka diucapkan oleh Duterte bahwa sebagai menteri kehakiman dalam pemerintahan sebelumnya, senator itu menerima pembayaran dari geng narkoba di penjara.
De Lima telah menghabiskan enam tahun terakhir dalam tahanan, lima di antaranya sebagai senator, dengan satu dakwaan belum disidangkan.
"Saya tidak ragu sejak awal bahwa saya akan bebas dalam semua kasus yang dibuat rezim Duterte terhadap saya," katanya dalam sebuah pernyataan.
Tuduhan itu muncul pada 2017, beberapa bulan setelah dia meluncurkan penyelidikan senat atas tindakan keras Duterte terhadap peredaran obat-obatan terlarang, di mana ribuan pengguna dan pengedar tewas, banyak di antaranya oleh polisi atau dalam keadaan misterius.
Duterte yang sangat populer menanggapi dengan mempermalukan De Lima dalam pidato publik yang berisi serangan pada kehidupan pribadinya, memicu ancaman dan serangan kebencian online terhadapnya. Duterte menuduhnya berkolusi dengan geng narkoba di penjara.
"Saya masih meminta lebih banyak doa untuk kasus lain," kata De Lima saat dia keluar dari ruang sidang dan menuju kendaraan polisi yang menunggu, sementara para pendukung meneriakkan "Bebaskan De Lima sekarang".
"Hari yang mulia, hari yang mulia, awal dari pembenaran saya," katanya.
Duterte menerima putusan pengadilan itu, kata Salvador Panelo, penasihat hukumnya selama pemerintahannya.
"Saya tidak pernah mencampuri proses peradilan. Saya selalu mengatakan biarkan hukum berjalan," kata Panelo mengutip ucapan Duterte.
Menteri Kehakiman Jesus Crispin Remulla mengatakan pembebasan itu menunjukkan independensi peradilan. "Aturan hukum telah berlaku," kata Remulla kepada wartawan. "Demokrasi bekerja."
Wakil Direktur Human Rights Watch Asia Phil Robertson mengatakan De Lima adalah korban dari "kampanye balas dendam untuk menghancurkannya" dan menyerukan agar dakwaan yang tersisa dibatalkan.
"Membebaskannya sekarang sangat penting sehingga dia dapat kembali ke keluarganya, meninggalkan ketidakadilan bertahun-tahun di balik jeruji besi dalam penahanan pra-sidang yang disebabkan oleh kekejaman Duterte yang penuh dendam," katanya.
Amnesty International mengatakan pemerintah harus meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas penahanan sewenang-wenang dan penolakan haknya atas praduga tak bersalah.
"Tuduhan terhadap Leila de Lima palsu. Dia seharusnya tidak menghabiskan satu hari pun di penjara," kata Amnesty International.
REUTERS
Pilihan Editor Ditunjuk Jadi Bos Twitter, Linda Yaccarino Mengaku Terinspirasi Elon Musk