TEMPO.CO, Jakarta - Dikelilingi oleh kerumunan yang memujanya di dalam stadion dan aula, kandidat utama perdana menteri dari partai politik Thailand melakukan dorongan terakhir untuk menggalang pendukung pada Jumat, 12 Mei 2023, dua hari sebelum pemilihan umum yang genting.
Setelah hampir satu dekade pemerintahan yang dipimpin atau didukung oleh militer kerajaan, sekitar 52 juga pemilih sah di negara terbesar kedua Asia Tenggara itu akan menuju ke TPS-TPS pada Minggu.
"Kita harus saling mencintai. Kita adalah Thailand, kita adalah keluarga," kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan panglima militer yang berkuasa melalui kudeta 2014 dan sekarang memimpin partai Persatuan Bangsa Thailand yang baru dibentuk.
"Jika kami tidak terpilih, saya tidak akan berdiri di sini ... apakah Anda akan merindukan saya jika saya tidak di sini? Karena saya akan merindukan kalian semua," katanya, dengan permohonan emosional, berharap untuk memimpin kaum konservatif ke kemenangan atas oposisi yang dipimpin oleh partai populis Pheu Thai, yang didukung oleh keluarga miliarder Shinawatra.
Persaingan sengit antara pro-militer, royalis konservatif dan oposisi teknokratis yang berani telah mendefinisikan politik Thailand selama hampir 20 tahun, sebagian besar dalam kekacauan yang mencakup bentrokan jalanan berdarah dan dua kudeta.
Jajak pendapat menunjukkan Pheu Thai kemungkinan memenangi mayoritas kursi, melanjutkan rentetan penampilan kuatnya di setiap pemilu Thailand sejak 2001, termasuk dua kali telak.
Calon perdana menterinya termasuk Paetongtarn Shinawatra, putri bungsu dari patriark keluarga Thaksin Shinawatra, dan maestro real estate Srettha Thavisin - keduanya memiliki pengalaman politik yang terbatas.
"14 Mei akan menjadi hari bersejarah. Kita akan berubah dari kediktatoran menjadi pemerintahan yang dipilih secara demokratis," kata Paetongtarn, 36, kepada ribuan pendukungnya dalam rapat umum pertamanya setelah melahirkan di tengah kampanye.
Move Forward Party, kelompok oposisi utama lainnya, telah mengalami lonjakan tahap akhir dan mengandalkan kaum muda - termasuk 3,3 juta pemilih pemula yang memenuhi syarat berusia 18 hingga 22 tahun.
Partai tersebut telah menjanjikan perubahan besar, mulai dari menangani monopoli bisnis dan mengakhiri wajib militer hingga mengubah undang-undang yang ketat tentang penghinaan kerajaan yang menurut para kritikus digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
“Saya percaya mereka akan membuat Thailand tempat yang lebih baik,” kata Thanarath Srisombat, 23, dalam kampanye Move Forward. "Sebelum ini, saya ingin pindah ke negara lain, tetapi sekarang saya ingin berada di sini dan menyaksikan segalanya berubah.”
REUTERS
Pilihan Editor: Dua Tentara Terbunuh dalam Bentrok Terbaru Azerbaijan-Armenia