TEMPO.CO, Jakarta - Inggris dikenal sebagai negara yang berperan penting dalam pembentukan Israel. Semua dimulai pada 1917, saat itu, Inggris mengerahkan pasukan untuk menyerang Palestina. Salah satu orang yang memimpin penyerangan tersebut bernama Edmund Allenby.
Profil Edmund Allenby
Edmund Henry Hynman Allenby lahir di lahir 23 April 1861, Brackenhurst, dekat Southwell, Nottinghamshire, Inggris. Pria ini kemudian meninggal pada 14 Mei 1936 di London. Ia dikenal sebagai panglima tertinggi pasukan Inggris sekaligus pemimpin kavaleri berkuda Inggris terakhir yang mengarahkan kampanye Palestina dalam Perang Dunia I.
Mengutip dari britannica, Allenby mendapatkan pendidikan dari Akademi Militer Kerajaan di Sandhurst. Kemudian pada 1882, Allenby bergabung dengan Inniskilling Dragoons dan ditugaskan secara aktif dalam ekspedisi Bechuanaland (1884–1885), Zululand (1888), dan dalam Perang Afrika Selatan (1899–1902).
Dia bertugas di Afrika Selatan sebelum kembali ke Inggris untuk kuliah di Staff College. Pada tahun 1898 dia adalah seorang mayor brigade dengan Brigade Kavaleri ke-3.
Selama Perang Boer (1899-1902) ia bertugas di Divisi Kavaleri Jenderal Prancis, mendapatkan reputasi sebagai komandan yang berani dan banyak akal, terutama selama operasi anti-gerilya. Hingga pada 1902, Allenby kembali ke rumah untuk memimpin 5th Royal Irish Lancers .
Setelah beberapa periode memimpin kavaleri Inggris dan Korps ke-5, ia menjadi komandan Angkatan Darat ke-3 (Oktober 1915) dan terlibat secara mencolok di Pertempuran Arras (April 1917).
Allenby Dan Palestina
Secara singkat, Allenby dikenal sebagai pemimpin Pasukan Ekspedisi Mesir yang meraih kemenangan di Palestina dan Suriah pada 1917 dan 1918. Dia berhasil memelopori penggunaan gabungan infanteri, kavaleri, tank, artileri, dan pesawat terbang di Pertempuran Megiddo.
Pengabdian Allenby di Timur Tengah terbukti lebih menonjol dibanding pengabdiannya yang lain. Pada bulan Juni 1917 ia mengambil alih komando Pasukan Ekspedisi Mesir.
Sebelumnya, Inggris telah melancarkan dua serangan yang gagal di Gaza pada Maret dan April 1917. Tapi Allenby kemudian mengadopsi pendekatan baru.
Untuk menyerang Turki, dia melakukan tipuan ke arah sektor Gaza yang dijaga ketat, sebelum meluncurkan serangan utamanya lebih jauh ke timur melawan Bersyeba pada 31 Oktober 1917 di tepi utara Sinai.
Pertempuran Gaza Ketiga dimulai dengan Allenby memasuki kota pada 7 November 1917. Ini membuka jalan menuju Yerusalem, yang direbut pada Desember 1917, menjadikannya pahlawan nasional.
Kekuatan kepribadiannya menciptakan semangat baru dalam pasukannya, dan setelah persiapan dan reorganisasi yang cermat, dia memenangkan kemenangan yang menentukan atas Turki di Gaza pada November 1917, yang menyebabkan direbutnya Yerusalem pada 9 Desember 1917.
Kemajuan lebih lanjut diperiksa oleh panggilan dari Prancis untuk pasukannya, tetapi setelah menerima bala bantuan dia merebut kemenangan selanjutnya di Megiddo pada 19 September 1918, yang diikuti dengan penangkapannya atas Damaskus dan Aleppo, dan mengakhiri kekuasaan Kesultanan Ottoman di Suriah.
Keberhasilan Allenby dalam kampanye ini sebagian disebabkan oleh penggunaan kavaleri dan pasukan bergerak lainnya yang terampil dan inovatif dalam perang posisi. Sebagai komisaris tinggi untuk Mesir pada 1919 hingga 1925, Allenby mengarahkan negara itu dengan tegas tetapi tidak memihak melalui gangguan politik dan melihatnya diakui sebagai negara berdaulat pada tahun 1922.
Sebagai penghargaan dari Kerajaan Inggris, Allenby diberikan gelar 1st Viscount Allenby of Megiddo and of Felixstowe pada Oktober 1919. sebagai informasi, viscount merupakan gelar kebangsawanan Eropa yang memiliki beberapa macam status, namun berada pada peringkat menengah bawah.
Dijuluki The Bull
Melansir dari laman National Art Museum, Allenby diangkat menjadi Marshall lapangan pada tahun 1919, dan ia tetap di Timur Tengah sebagai Komisaris Tinggi untuk Mesir dan Sudan hingga tahun 1925.
Dia disebut sering berlagak kasar dengan bawahannya dan bersikap ngotot ketika presentasi. Dikombinasikan dengan perawakan fisiknya, ciri-ciri ini membuat orang menjulukinya “The Bull”.
Namun demikian, dia dapat dianggap sebagai salah satu komandan perang yang paling sukses, menggunakan strategi di Palestina yang dia kembangkan dari pengalamannya di Afrika Selatan dan di Front Barat.
Kepemimpinannya di Megiddo khususnya, dengan rangkaian manuvernya yang terampil dan penggunaan pesawat terbang, artileri, infanteri, dan kavaleri, dianggap oleh beberapa orang sebagai cikal bakal taktik 'Blitzkrieg' Jerman pada Perang Dunia II di rentang tahun 1939-1941.
Pilihan Editor: Uni Eropa Desak Israel Hentikan Aksi Sepihak yang Tingkatkan Ketegangan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.