TEMPO.CO, Jakarta - Mantan PM Malaysia, Dr Mahathir Mohamad, dan Perdana Menteri Anwar Ibrahim saling tuding melakukan korupsi dan kolusi ketika menjabat pada 1990-an.
Pekan lalu, Anwar minta kepada para pemimpin dan taipan Melayu, yang dia tuduh mengumpulkan kekayaan besar-besaran selama bertahun-tahun, untuk berbagi kekayaan mereka dengan rakyat Melayu yang mereka klaim sebagai juara.
Sebagai jawaban atas tudingan Anwar, Mahathir balik menuduh PM Malaysia itu membantu kroni-kroninya ketika berada di Kabinet pada 1990-an.
Dalam sebuah unggahan di Twitter, Mahathir menantang mantan anak didiknya yang berubah menjadi musuh bebuyutan untuk menyatakan kekayaan yang telah dikumpulkan selama masa jabatannya sebagai wakil perdana menteri dan menteri keuangan pada 1990-an itu.
Anwar menjabat sebagai wakil perdana menteri di bawah pemerintahan Mahathir, dari 1993 hingga 1998, dan sebagai menteri keuangan dari 1991 hingga 1998.
“Dia mengatakan kepada para pemimpin masa lalu untuk menyatakan kekayaan mereka untuk membantu orang miskin, tetapi Anwar adalah orang yang telah membantu kroni-kroninya sebelumnya,” kata mantan anggota parlemen Langkawi itu, seperti dikutip FMT, Senin, 8 Mei 2023.
Dia juga menantang Anwar untuk memberikan bukti di pengadilan bahwa dirinya telah memperkaya diri sendiri dan keluarganya alih-alih memintanya untuk menyatakan kekayaannya.
“Dengan melakukan itu, kekayaan saya akan dikenal di seluruh dunia. Namun, Anwar juga perlu mendeklarasikan (kekayaannya).”
Mahathir baru-baru ini mengajukan gugatan pencemaran nama baik sebesar RM150 juta atau hampir Rp500 miliar terhadap Anwar atas tuduhan memperkaya diri dengan korupsi. Ia mengatakan, tuduhan Anwar itu telah mengikis statusnya sebagai negarawan dan mantan perdana menteri.
Dia mengaku dibuat bingung oleh klaim Anwar baru-baru ini, termasuk tentang para pemimpin masa lalu yang memperkaya diri mereka sendiri melalui korupsi, menambahkan dia harus menyeret mereka ke pengadilan jika memiliki bukti.
FREE MALAYSIA TODAY
Pilihan Editor Jokowi Serukan Setop Kekerasan di Myanmar: Rakyat jadi Korban