TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joe Biden bertemu dengan CEO perusahaan kecerdasan buatan terkemuka termasuk Microsoft dan Google Alphabet, untuk menegaskan bahwa mereka harus memastikan produk aman sebelum digunakan.
Kecerdasan buatan generatif telah menjadi kata kunci tahun ini, dengan aplikasi seperti ChatGPT menarik perhatian publik, hingga memicu sejumlah perusahaan meluncurkan produk serupa yang mereka yakini akan mengubah sifat pekerjaan.
Jutaan pengguna telah mulai menguji alat semacam itu, yang menurut para pendukungnya dapat membuat diagnosis medis, menulis skenario, membuat rangkuman hukum, dan men-debug perangkat lunak, yang menyebabkan meningkatnya kekhawatiran tentang bagaimana teknologi tersebut dapat menyebabkan pelanggaran privasi, mengurangi lapangan kerja, dan penipuan serta penyebaran informasi hoaks.
Biden, yang telah menggunakan ChatGPT dan bereksperimen dengannya, mengatakan kepada para pejabat bahwa mereka harus memitigasi risiko AI saat ini dan potensi gangguan terhadap individu, masyarakat, dan keamanan nasional, kata Gedung Putih.
Pertemuan tersebut mencakup "diskusi yang jujur dan konstruktif" tentang perlunya perusahaan lebih transparan tentang sistem AI mereka; pentingnya mengevaluasi keamanan produk tersebut; dan kebutuhan untuk melindungi mereka dari serangan jahat, kata Gedung Putih menambahkan.
Pertemuan dua jam hari Kamis, 4 Mei 2023, diikuti Sundar Pichai dari Google, Satya Nadella dari Microsoft Corp, Sam Altman dari OpenAI dan Dario Amodei dari Anthropic, bersama dengan Wakil Presiden Kamala Harris dan pejabat administrasi termasuk Kepala Staf Biden, Jeff Zients, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Lael Brainard dan Sekretaris Perdagangan Gina Raimondo.
Harris mengatakan bahwa teknologi tersebut memiliki potensi meningkatkan kehidupan tetapi dapat menimbulkan masalah keamanan, privasi, dan hak-hak sipil. Dia mengatakan kepada kepala eksekutif bahwa mereka memiliki "tanggung jawab hukum" untuk memastikan keamanan produk kecerdasan buatan dan bahwa pemerintah terbuka untuk memajukan peraturan baru dan mendukung undang-undang baru tentang kecerdasan buatan.
Menanggapi pertanyaan tentang apakah perusahaan berada di haluan yang sama tentang peraturan, Altman mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan, "kami secara mengejutkan berada di halaman yang sama tentang apa yang perlu terjadi."
Pemerintah AS juga mengumumkan investasi $140 juta dari National Science Foundation untuk meluncurkan tujuh lembaga penelitian AI baru dan mengatakan Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih akan merilis panduan kebijakan tentang penggunaan AI oleh pemerintah federal.
Pengembang AI terkemuka, termasuk Anthropic, Google, Hugging Face, NVIDIA, OpenAI, dan Stability AI, akan berpartisipasi dalam evaluasi publik terhadap sistem kecerdasan buatan mereka.
Tak lama setelah Biden mengumumkan pencalonannya kembali, Komite Nasional Partai Republik membuat video yang menampilkan masa depan distopian selama masa jabatan kedua Biden, yang dibuat seluruhnya dengan citra AI.
Iklan politik semacam itu diperkirakan menjadi lebih umum seiring berkembangnya teknologi AI.
Regulator Amerika Serikat telah gagal dalam pendekatan keras yang diambil pemerintah Eropa dalam regulasi teknologi dan dalam menyusun aturan yang kuat tentang hoaks.
"Kami tidak melihat ini sebagai perlombaan," kata seorang pejabat senior pemerintah, menambahkan bahwa pemerintah bekerja sama dengan Dewan Perdagangan dan Teknologi AS-UE tentang masalah ini.
Pada bulan Februari, Biden menandatangani perintah eksekutif yang mengarahkan agen federal untuk menghilangkan bias dalam penggunaan AI mereka. Pemerintahan Biden juga telah merilis AI Bill of Rights dan kerangka kerja manajemen risiko.
Pekan lalu, Komisi Perdagangan Federal dan Divisi Hak Sipil Departemen Kehakiman juga mengatakan mereka akan menggunakan otoritas hukum mereka untuk memerangi bahaya terkait kecerdasan buatan.
Raksasa teknologi telah berkali-kali bersumpah untuk memerangi propaganda seputar pemilu, berita palsu tentang vaksin COVID-19, pornografi dan eksploitasi anak, serta pesan kebencian yang menargetkan kelompok etnis. Tapi sejauh ini mereka tidak berhasil.
REUTERS
Pilihan Editor Sejarah Panjang Sudan: dari Masa Firaun sampai Kudeta Tak Berkesudahan