TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh milisi Jihad Islam Palestina, Khader Adnan, tewas di penjara Israel setelah mogok makan selama 87 hari pada Selasa, 2 Mei 2023. Kematian Adnan diumumkan oleh otoritas penjara Israel.
Adnan, 45 tahun, berasal dari Jenin di Tepi Barat yang diduduki Israel. Sumber Jihad Islam mengatakan dia adalah salah satu pemimpin politiknya. Faksi tersebut memiliki kehadiran terbatas di Tepi Barat tetapi merupakan kelompok bersenjata paling kuat kedua di Gaza yang dikuasai Hamas, di mana pasukan Israel melakukan perang singkat melawannya Agustus lalu.
Berikut fakta-fakta seputar kematiannya dirangkum Tempo.
Didakwa terlibat dalam kegiatan teroris
Layanan penjara Israel mengatakan Adnan telah didakwa dengan "keterlibatan dalam kegiatan teroris" tetapi telah menolak perawatan medis sementara proses hukum tetap berjalan. Adnan yang sedang menunggu persidangan ditemukan tidak sadarkan diri di selnya Selasa pagi dan dipindahkan ke rumah sakit tempat dia dinyatakan meninggal.
Kelompok Jihad Islam Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan: “Perjuangan kami terus berlanjut dan musuh akan menyadari sekali lagi bahwa kejahatannya tidak akan berlalu tanpa tanggapan. Perlawanan akan berlanjut dengan segala kekuatan dan tekad.”
Ketegangan setelah kematian Adnan
Tak lama setelah kematian Adnan, sirene berbunyi di komunitas perbatasan Gaza Israel. Ketegangan di sekitar Jalur Gaza melonjak ketika faksi tersebut bersumpah akan membalas dendam.Ratusan orang turun ke jalan-jalan di Gaza untuk mendukung Adnan dan meratapi kematiannya.
Penduduk berlarian mencari perlindungan. Militer Israel mengkonfirmasi bahwa tiga roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza menuju wilayah Israel jatuh di area terbuka.
Telah lima kali lakukan aksi serupa
Adnan, yang berafiliasi dengan kelompok Jihad Islam Palestina, telah melakukan lima aksi mogok makan sejak 2004. Ini termasuk mogok 55 hari pada 2015 untuk memprotes penangkapannya di bawah apa yang disebut penahanan administratif, di mana tersangka ditahan tanpa batas waktu tanpa dakwaan.
Taktik tersebut telah digunakan oleh tahanan Palestina lainnya, terkadang secara massal, namun tidak ada yang meninggal sejak 1992.