TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Jihad Islam Palestina meninggal pada Selasa, 2 Mei 2023, di tahanan Israel setelah mogok makan selama 87 hari. Ketegangan di sekitar Jalur Gaza melonjak ketika faksi tersebut bersumpah akan membalas dendam.
Layanan Penjara Israel mengkonfirmasi, Khader Adnan, yang sedang menunggu persidangan, ditemukan tidak sadarkan diri di selnya dan dibawa ke rumah sakit. Kemudian dia dinyatakan meninggal setelah ada upaya penyelamatan.
Dia telah menolak penilaian atau perawatan medis apa pun, kata Layanan Penjara Israel.
Ratusan orang turun ke jalan-jalan di Gaza untuk mendukung Adnan dan meratapi kematiannya. Militer Israel mengatakan tiga roket ditembakkan ke Israel dari jalur itu.
Sejak 2011, Adnan telah melakukan setidaknya tiga aksi mogok makan sebagai protes atas penahanan tanpa tuduhan oleh Israel. Taktik tersebut telah digunakan oleh tahanan Palestina lainnya, terkadang secara massal, namun tidak ada yang meninggal sejak 1992.
Menyanggah akun Layanan Penjara, pengacara Adnan Jamil Al-Khatib dan seorang dokter dari kelompok hak asasi manusia yang baru-baru ini bertemu dengannya menuduh otoritas Israel menahan perawatan medis.
"Kami menuntut dia dipindahkan ke rumah sakit sipil di mana dia dapat ditindaklanjuti dengan baik. Sayangnya, permintaan seperti itu dipenuhi dengan sikap keras kepala dan penolakan," kata Al-Khatib kepada Reuters.
Adnan, 45 tahun, berasal dari Jenin di Tepi Barat yang diduduki Israel. Sumber Jihad Islam mengatakan dia adalah salah satu pemimpin politiknya. Faksi tersebut memiliki kehadiran terbatas di Tepi Barat tetapi merupakan kelompok bersenjata paling kuat kedua di Gaza yang dikuasai Hamas, di mana pasukan Israel melakukan perang singkat melawannya Agustus lalu.
Lina Qasem-Hassan dari Dokter untuk Hak Asasi Manusia di Israel mengatakan dia melihat Adnan pada 23 April. Berat badannya turun 40 kg dan mengalami kesulitan bernapas tetapi sadar.
"Kematiannya bisa dihindari," kata Qasem Hassan kepada Reuters, mengatakan beberapa rumah sakit Israel menolak menerima Adnan setelah dia melakukan kunjungan singkat ke ruang gawat darurat mereka. Layanan Penjara mengatakan rawat inap bukanlah pilihan karena Adnan telah menolak "bahkan pemeriksaan awal".
REUTERS