TEMPO.CO, Jakarta - Uzbekistan meloloskan paket amandemen konstitusi dalam sebuah referendum, data awal menunjukkan pada Senin, 1 Mei 2023. Perubahan ini memungkinkan Presiden Shavkat Mirziyoyev mencalonkan diri untuk dua masa jabatan tujuh tahun lagi, ketika masa jabatannya saat ini berakhir pada 2026.
Reformasi, disahkan dengan 90,21 persen suara Minggu, mengatur ulang jumlah masa jabatan Mirziyoyev. Konstitusi baru dinilai pihak berwenang dapat menjanjikan perlindungan sosial dan hukum yang lebih besar kepada warga negara Asia Tengah itu.
Mirziyoyev, 65 tahun, telah membuka ekonomi bekas republik Soviet, memperbaiki hubungan dengan Barat, dan mengekang kekuatan dinas keamanan – yang dominasinya pada dekade sebelumnya telah mengubah negara berpenduduk 35 juta itu menjadi negara polisi.
Meskipun mitra Barat Tashkent tidak mungkin menyetujui perpanjangan kekuasaan presiden, risiko tekanan terhadap Uzbekistan kecil. Mengingat, Barat sedang mencari dukungan dari negara-negara bekas Soviet dalam upayanya untuk mengisolasi Rusia atas perangnya di Ukraina.
Baik versi konstitusi saat ini maupun yang baru diusulkan membatasi masa jabatan presiden berturut-turut menjadi dua periode. Namun para pejabat mengatakan bahwa jika yang terakhir diadopsi, jumlah masa jabatan Mirziyoyev akan diatur ulang menjadi nol.
Karena konstitusi yang diusulkan juga memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tujuh tahun dari lima tahun. Ini secara teori memungkinkan Mirziyoyev untuk tetap memimpin negara berpenduduk 35 juta orang hingga 2040.
Pemerintah telah berusaha keras untuk memberikan legitimasi untuk mengesahkan peraturan ini, dengan mendaftarkan selebritas lokal di rapat umum dan konser besar demi memuji proposal amandemen serta presiden.
Mirziyoyev membatalkan rencana untuk memasukkan perubahan yang akan mengekang otonomi provinsi Karakalpakstan Uzbekistan setelah protes terhadap mereka menyebabkan kerusuhan mematikan Juli lalu.
REUTERS
Pilihan Editor: Dua Pekan Menjelang Pemilu, Calon PM Thailand Paetongtarn Shinawatra Melahirkan