TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 10 tersangka anggota geng digantung dan jasad mereka dibakar oleh penduduk Port-au-Prince, Haiti.
"Kemarahan penduduk dapat dimengerti, tetapi kerja sama yang kami upayakan harus dilakukan tanpa kekerasan," kata juru bicara polisi Haiti, Gary Desrosiers pada Senin. Foto-foto dan video yang beredar di media sosial menunjukkan beberapa mayat ditumpuk di jalan. Ban berasap dan benda lain di atasnya.
Orang-orang mengelilingi mereka, berteriak dengan marah. Satu orang terlihat memukuli tubuh tak bernyawa dengan benda tumpul. Desrosiers mengatakan kelompok bandit bersenjata itu bepergian dengan kendaraan di ibu kota dan polisi bermaksud menangkap mereka.
Secara terpisah, dia mengatakan bos kejahatan terkenal, Carlo Petithomme telah meninggal, tanpa memberikan rincian apapun. Petithomme menggunakan alias Ti Makak dan memimpin geng dengan nama yang sama.
Hukuman mati tanpa pengadilan melanda Haiti menyusul konfrontasi antara anggota geng dan petugas keamanan selama berhari-hari. Geng-geng di Haiti semakin kuat sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada 2021.
Hal itu membuat penduduk terjebak di tengah-tengah karena sebagian besar ibu kota dan sebagian besar pedesaan telah menjadi kawasan tanpa hukum.
Situasi keamanan semakin memburuk dalam beberapa bulan terakhir setelah baku tembak rutin terjadi antara polisi dan geng. Pertempuran berdarah telah menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi.
Kelompok kriminal menguasai sekitar 80 persen wilayah metropolitan Port-au-Prince di mana sekitar 200 geng beroperasi tanpa hukuman. Pemerintah Haiti dan pejabat tinggi PBB telah menyerukan pasukan internasional untuk mendukung polisi Haiti dalam perjuangan mereka melawan geng.
Pilihan Editor: PBB: Haiti Butuh Bantuan Luar untuk Akhiri Kekerasan Geng
REUTERS