TEMPO.CO, Jakarta - National Public Radio (NPR) tidak akan lagi mengepos konten baru di Twitter resminya sebagai protes terhadap label oleh platform media sosial yang menyiratkan keterlibatan pemerintah dalam konten editorial organisasi AS.
NPR, Rabu pekan lalu, mengatakan Twitter menolak permintaan berulang kali untuk menghapus label sebagai "media yang berafiliasi dengan negara" yang tidak akurat, kini diubah menjadi "media yang didanai pemerintah", yang tidak secara akurat menangkap struktur tata kelola media publiknya.
NPR adalah perusahaan swasta nirlaba dengan independensi editorial. Mereka menerima kurang dari 1 persen dari $300 juta anggaran tahunannya dari Corporation for Public Broadcasting yang didanai pemerintah federal.
Dengan bungkam di Twitter, kepala eksekutif NPR mengatakan bahwa jaringan tersebut melindungi kredibilitas dan kemampuannya untuk menghasilkan jurnalisme tanpa "bayangan negatif".
CEO NPR John Lansing dalam sebuah wawancara mengatakan, "Saya tidak akan membiarkan konten kami pergi ke mana pun yang akan mempertaruhkan kredibilitas kami."
“Jika kami terus mengetwit, setiap pos akan membawa label menyesatkan itu,” kata Lansing.
Televisi Inggris BBC juga keberatan dengan label terbaru, dengan mengatakan itu menyesatkan.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC, pemilik miliarder Twitter, Elon Musk, mengatakan perusahaan itu berusaha untuk “akurat” dan berusaha mengubah label itu.
“Tujuan kami hanya sejujur dan seakurat mungkin.. Kami sedang menyesuaikan label itu menjadi “didanai secara publik” yang saya pikir mungkin ini tidak terlalu ofensif,” kata Musk.
NPR mengatakan mereka akan tetap berada di platform media sosial lain, dan sedang meninjau kembali apakah mereka harus berekspansi untuk mencakup platform pihak ketiga yang baru muncul.
Twitter tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Musk juga mengatakan dalam wawancara bahwa Twitter "kira-kira mencapai titik impas" karena banyak pengiklan, yang telah menghentikan pengeluaran untuk platform blog mikro sejak pengambilalihannya tahun lalu, telah kembali.
REUTERS
Pilihan Editor: Pengkritik Putin Dipenjara 25 Tahun, Hukuman Terberat sejak Invasi Rusia